Pemerintah Kerek Bea Keluar untuk Paksa Pembangunan Smelter
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memberi sinyal akan menaikkan tarif bea keluar mineral mentah, untuk memaksa perusahaan tambang membangun pabrik pengolahan (smelter) di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan wacana tersebut menjadi pilihan utama pemerintah, demi menagih realisasi pembangunan smelter yang dijanjikan pelaku usaha.
Namun besaran tarif bea keluar yang akan dinaikkan masih dikaji oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kelihatannya begitu (akan dinaikkan), namun masih menunggu Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM ya," ujar Darmin di kantornya, Kamis (22/12).
Sejak 2014, ekspor konsentrat mineral memang hanya diperbolehkan bagi perusahaan yang sudah membangun smelter di dalam negeri.
Namun penjualan konsentrat keluar negeri dikenakan tarif yang besarannya mengacu pada kemajuan pembangunan smelter. Besaran bea keluar semakin rendah bila pembangunan smelter semakin menunjukan kemajuan signifikan.
Izin ekspor konsentrat tembaga diketahui bakal berakhir pada 12 Januari 2017 mendatang. Namun pembangunan smelter di dalam negeri belum signifikan. Pemerintah kemudian berencana memperpanjang izin ekspor konsentrat itu sebagai bentuk insentif pembangunan smelter.
Darmin menegaskan komitmen untuk membangun smelter harus ditunjukkan oleh para perusahaan yang saat ini memegang status Kontrak Karya (KK) dan berorientasi ekspor.
Pemerintah pun bersedia merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam revisi itu, pemerintah akan mengizinkan perusahaan tersebut mengekspor lagi apabila mau mengubah statusnya dari KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Pemerintah juga akan mempercepat masa pengajuan perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang bisa dilakukan maksimal lima tahun sebelum masa kontrak habis, namun dengan syarat.
"Mereka harus membuat komitmen bahwa smelter akan dibangun dalam lima tahun ini, setiap tahun ada progress-nya yang harus dicapai. Setiap tahun ada, sampai tahun keempat atau kelima harus 100 persen. Kalau tidak, tahun pertama pun akan ada sanksinya," ujarnya.
Pemerintah menurut Darmin, tidak akan segan mencabut izin ekspor apabila perusahaan tersebut tidak sanggup menuntaskan pembangunan smelter 100 persen dalam kurun waktu lima tahun.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.