Jakarta - Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia memperpanjang masa perundingan terkait penyusunan detil lampiran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hal ini seiring dengan diterbitkannya perpanjangan kedua IUPK Freeport dengan masa berlaku hingga 30 Juni nanti. Perpanjangan pertama diberikan pada 10 Oktober 2017 kemarin yang berlaku hingga 3 bulan.
Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan perundingan berjalan konstruktif. Namun dia enggan menjelaskan seperti apa progres perundingan tersebut. "Perundingan ini kan sifatnya satu kesatuan," kata Riza di Jakarta, Rabu (3/1).
Riza menuturkan pihaknya dan pemerintah bertekad untuk segera menyelesaikan perundingan tersebut. Dia enggan menyebut 30 Juni merupakan batas waktu perundingan. Riza pun tidak mau memberi penjelasan terkait skema divestasi 51% yang menjadi bagian dari perundingan. "Tentunya kami berharap segera selesai," ujarnya.
Ada empat poin perundingan terkait perpanjangan operasi pasca berakhirnya kontrak di 2021. Kemudian pembangunan smelter, divestasi 51% serta peningkatan penerimaan negara. Dua poin pertama terkait perpanjangan operasi dan pembangunan smelter sudah mencapai titik temu. Pemerintah akan memberi perpanjangan secara bertahap 2x10 tahun terhitung sejak 2021. Sedangkan untuk smelter, Freeport bersedia menyelesaikan pembangunan smelter paling lambat di 2020.
Untuk poin divestasi dan peningkatan penerimaan negara inilah yang memerlukan waktu dalam mencapai titik temu. Divestasi menjadi ranah Kementerian BUMN sedangkan penerimaan negara dibahas bersama Kementerian Keuangan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot sebelumnya mengungkapkan skema divestasi yang bakal ditempuh dengan membeli hak partisipasi (participating interest/PI) 40% milik Rio Tinto Plc. Hak partisipasi itu bisa dikonversi menjadi saham. Namun belum dipastikan apakah 40% PI itu setara dengan 40% saham. Pasalnya perubahan menjadi saham merupakan kesepakatan antara Freeport dengan Rio Tinto. "Kalau kesepakatan para pihak setuju kenapa tidak," ujarnya.
Rio Tinto tidak secara langsung memiliki saham Freeport Indonesia. Namun, dalam laporan keuangan Freeport McMoRan Inc disebutkan, perusahaan tambang asal Australia ini memiliki perjanjian usaha patungan untuk pengerjaan Proyek Grasberg dengan Freeport-McMoRan. Dalam perjanjian ini, Rio Tinto berhak atas 40% hak partisipasi di aset tertentu dan 40% hak partisipasi untuk semua aset di Grasberg sampai 2022 jika produksi emas, perak, dan tembaga mencapai level tertentu. Setelah 2022, berapapun produksi, biaya, dan pendapatan dari Proyek Grasberg akan dibagi dua, yakni Freeport Indonesia 60% dan Rio Tinto 40%.
Sementara terkait penerimaan negara, lanjut Bambang, bakal diterbitkan peraturan perpajakan bakal yang berlaku bagi pemegang IUPK. Namun dia mengaku tidak tahu kapan beleid anyar tersebut diterbitkan lantaran ini ranah Kementerian Keuangan. "Perpajakan dari Menkeu kayaknya sudah clear. Kan nanti diterbitkan PP, khusus untuk perusahaan yang IUPK," katanya.
Perundingan dengan Freeport sudah berlangsung sejak Februari 2017 silam dan kala itu ditargetkan selesai pada 10 Oktober 2017. Pada Agustus 2017 kemarin pemerintah dan Freeport menyepakati keempat poin dan melanjutkan pembahasan lebih detil yang akan dituangkan ke dalam lampiran IUPK. Namun hingga batas waktu di Oktober itu belum selesai maka disepakati perpanjangan selama tiga bulan.
Perundingan ini seiring berlakunya peraturan baru pada Januari 2017 silam terkait izin ekspor mineral hasil pengolahan alias konsentrat. Hanya pemegang IUPK saja yang diizinkan ekspor selama lima tahun. Pemegang kontrak karya (KK) bisa mendapatkan izin ekspor bila beralih menjadi IUPK. Tercatat ada satu perusahaan tambang yang beralih menjadi IUPK yakni PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Perusahaan ini sebelumnya bernama PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Freeport bersedia melepas KK dan menjadi IUPK. Hanya saja penyusunan lampiran IUPK yang masih membutuhkan waktu.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.