Pemerintah Siapkan Payung Hukum untuk Insentif Ekspor Mineral
JAKARTA - Pemerintah menegaskan kembali akan memberikan insentif bagi perusahaan tambang yang meningkatkan nilai tambah pertambangan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral di dalam negeri.
Namun, pemerintah belum mau menyebutkan komoditas mineral apa saja yang akan mendapatkan insentif tersebut. Pasalnya, insentif ini merupakan bagian integral dari persyaratan pelaku usaha untuk membangun smelter.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pemerintah saat ini sedang mengevaluasi kemajuan perusahaan tambang yang dikenai kewajiban membangun smelter.
“Yang jelas begini, kita sekarang sedang mengevaluasi dengan sesuai yang saya katakan tadi, sesuai dengan persyaratan tadi adalah membangun smelter. Memang hal yang menjadi pertimbangan, pertama apakah smelter yang dibangun itu sudah cukup, kita anggap sudah cukup dalam rangka yang pertama tentunya memenuhi demand dalam negeri,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (1/11).
Kedua, lanjut Bambang, aspek konservasi yang berhubungan dengan daya dukung lingkungan dan pengaruh daripada keekonomian ataupun harga daripada komodoti tersebut.
“Oleh karena itu, pada saat ini saya belum bisa menyebutkan komoditi mana yang akan diberikan insentif. Tetapi, saya kira dengan melihat gambaran yang sudah disampaikan tadi tentunya teman-teman wartawan bisa memperkirakan mana yang dengan kecukupan, karena ini masih dalam proses. Jadi saya tidak ingin mendahului, tapi yang ingin saya katakan adalah persyaratan membangun, kecukupan jumlah, kemudian pengaruh daripada harga ekonomi dan daya dukung lingkungan akan menjadi pertimbangan kita,” tuturnya.
Adapun perizinan ekspor, kata Bambang, juga akan dikenakan bea keluar (BK). Hal ini sesuai dengan kemajuan pembangunan smelter. “Selanjutnya BK besarannya berapa, kembali lagi kita perlu menghitung lagi. Apakah sama dengan yang kemarin, yang Permenkeu, belum tentu saya kira. Mungkin lebih besar, bisa jadi,” ungkapnya.
Agar tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kata dia, pemerintah juga sedang menyiapkan payung hukumnya. “Kita sedang menimbang payung hukumnya. Jadi beberapa aspek, tentunya payung hukum ini tidak bertentangan dengan UU Minerba. Yang jelas begitu. Jadi kita masih melihat beberapa aspek, mana yang kita gunakan, jangan sampai peraturan payung hukum juga nanti bertentangan dengan UU No4/2009. Itu kuncinya. Tapi sekarang, sedang kita proses, tentunya karena ini prosesnya yang panjang kita masih dengan sektor, tentunya biasanya ini yang menangani adalah Sekneg, tentunya kita akan berbicara itu. Kemungkinan-kemungkinan apa yang kita bicarakan terhadap proses yang mendukung hilirisasi, tapi yang jelas sebelum 12 Januari 2017, pemerintah harus bisa menerbitkan suatu komitmen atau ketentuan yang bisa memberikan gambaran seperti apa sesudah 12 Januari 2017,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.