PANGKALPINANG – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) bersama para pengusaha pertambangan timah, Selasa (12/9/2017) kembali menyepakati pemberlakuan sumbangan pihak ketiga sebesar Rp1000 perkilo gram. Sumbangan ini sebelumnya sempat disepakati pada tahun 2015 lalu, namun tidak pernah terealisasi.
Para pengusaha memilih tidak peduli dan ogah menyetorkan sumbangan untuk daerah dalam setiap ekspor timah dari Provinsi Babel, yang mengakibatkan sumbangan pihak ketiga nol rupiah di Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika dihitung sejak kesepakatan awal tersebut, selama dua tahun Pemprov Babel dikacangi para pengusaha atau eksportir timah.
Menyikapi itu, kemarin Pemprov kembali mengundang para eksportir untuk menagih kesepakatan tersebut. Dalam rapat yang dikoordinatori oleh Disperindag Babel ini, turut hadir sejumlah perwakilan perusahaan timah. Hasilnya, pengusaha sepakat lagi untuk berkontribusi pada pemerintah daerah dengan menyisihkan seribu rupiah per kilogram dari produksi yang diekspor keluar Babel. Kontribusi tersebut sebagai bentuk kepedulian pelaku usaha kepada daerah yang menjadi tempat mereka beraktivitas bisnis.
Kadisperindag Babel, Yuliswan mengatakan, pihaknya sudah pernah melakukan hal serupa namun ternyata tak dapat dilaksanakan lantaran menurutnya perusahaan tempo hari sudah sepakat ogah menandatangani kesepakatan.
Alasannya kala itu, Perda Nomor 5 Tahun 2010 yang mengatur tentang pihak ketiga baik badan hukum atau perorangan untuk memberikan sumbangan pada daerah, tidak bisa dilanjutkan karena terkendala aturan yang tidak memperbolehkan penerimaan sumbangan.
“Kami minta kepada pengusaha perhatian kepada pemerintah daerah, sumbangsih kita untuk daerah ini, kalau mengenai aturan sudah jelas, kita punya aturannya,” tukasnya. Ia menegaskan, setelah kesepakatan kemarin, maka dalam waktu singkat, pihaknya akan kembali mengundang direktur perusahaan tambang atau smelter untuk menandatangani kesepakatan sumbangan seribu per kilo di hadapan Gubernur Babel.
Sedangkan Kepala Dinas ESDM Babel, Suranto Wibowo menegaskan, pemerintah bisa saja bertindak tegas apabila perusahaan tambang ada yang mengelak dari sumbangan. Tindakan tegas itu terutama dalam hal penandatanganan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja) perusahaan. Karena bisa saja Dinas ESDM tidak menandatangani RKAB apabila memang perusahaan enggan berkontribusi.
Suranto menyebutkan, nantinya dalam memutuskan RKAB, tak lagi dibahas oleh intern ESDM saja tetapi gubernur memerintahkan Assisten II dan Dinas Lingkungan Hidup juga ikut dalam memutuskan dan menyetujui RKAB.
“Perangkat kami di RKAB akan kita coba. Kalau kesepakatan, sebenernya sumbangan pihak ketiga ini, pada saat RKAB kita hanya butuh integritas dari perusahaan, kami sanggup berikan sumbangan selama satu tahun sekian M dari produksi misalnya, itu yang kita harapkan. Cuma biar kita seragam tak merasa besar kecil, tapi yang jelas kami pada hitungan produksi, dan ini ditandatangani juga dalam fakta integritas ketika pengusulan RKAB,” bebernya.
ESDM, sambungnya, tak sungkan untuk tidak melayani RKAB perusahaan yang tidak berkontribusi. Namun ia berharap melalui kesepakatan semua perusahaan dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan di provinsi yang sudah diambil timahnya tersebut.
“Kalau sudah berkontribusi, pemerintah juga wajib memberikan pelayanan yang maksimal,” imbuhnya.
Ia menargetkan, dalam sisa tahun anggaran ini, potensi pertambangan ini dapat memberikan sumbangan Rp30 M bagi kas daerah.
Pembayaran sumbangan ini, bisa diterapkan 30 persen setelah RK
Sementara itu, Kabid Retribusi dan Pendapatan Lain-lain yang sah Bakuda Babel, Efendi Harun menegaskan, sumbangan pihak ketiga ini bahkan sudah kuat secara payung hukum, karena sudah diperdakan sejak tahun 2010 lalu, namun hingga saat ini realisasinya masih nol rupiah.
“Sudah ada perda, dan sudah dievaluasi Kemendagri dan Kemenkeu, kalau ada BPK, KPK payung hukumnya jelas, tinggal pelaksanannya saja yang belum. Dari zaman Pak Rustam sudah berapa kali rapat sudah sepakat, tapi sampai hari ini tidak satu rupiah pun kami terima,” tuturnya.
Ia mengajak, para pengusaha untuk bersama-sama membangun Babel, membantu pembangunan di Babel dari hasil yang sudah dikeruk dari provinsi ini. “Tinggal niat kita mau gak, kita bicara berapa kesepakatannya, setelah sepakat pelayanan juga harus seimbang,” imbuhnya.
Disinggung adanya edaran pemerintah pusat kepada gubernur, bupati dan walikota terkait larangan sumbangan pihak ketiga, Efendi menegaskan hal tersebut dilarang apabila sifatnya memberatkan perusahaan.
“Kalau yang sifatnya memberatkan itu dilarang, tetapi ini yang sifatnya kewajiban atas usahanya, sumbangan pihak ketiga ini berdasarkan kesepakatan musyawarah mufakat bukan maksud pungli,” tegasnya.
Ia berharap dengan kesepakatan ini, jelas bentuk kontribusi dari perusahaan tambang ini, dan ditargetkan paling tidak hingga Desember nanti sudah masuk Rp20 M. “Kalau dilihat dari RKAB, potensi sumbangan pihak ketiga kalau seribu per kilo itu bisa Rp60 M, pada akhir tahun ini kita targetkan masuk Rp20 M,” tuturnya.
Dalam rapat tersebut, berlangsung dialog dan audiensi antara pemprov dan pengusaha, salah satunya adalah Ismiryadi. Ia setuju apabila perusahaan tambang memberikan kontribusi kepada pemerintah. Bahkan ia juga mengusulkan sumbangan itu senilai seribu rupiah per kilogram.
Mantan Ketua DPRD Babel itu menyayangkan, sejak disahkan pada 2010, tapi hingga saat ini tak ada realisasinya.
Dodot, sapaan Ismiryadi menegaskan, apabila dalam Perda yang sudah ada tidak disebutkan nominal sumbangan, maka besaran sumbangan harus diputuskan dalam musyawarah mufakat. Dia berasumsi apabila semua sudah sepakat dan setuju, diyakini tidak akan melanggar ketentuan.
“Kalau gak ada (nominal), ya harus ada kesepakatan, kuncinya itu, kesepakatan, tergantung pengusahanya mau gak nandatangani. Kadang sudah sepakat di rapat, ketika pelaksanaan semua pengusaha kabur, seperti waktu itu kan begitu, sudah sepakat ketika disodorkan kesepakatan gak mau tandatangan,” sindirnya.
Kekuatan kesepakatan ini, menurut Dodot bisa menjadi mempertegas payung hukum, dan menjadi landasan apabila diperiksa BPK atau lainnya.
“Seperti halnya dulu, perusahaan tambang wajib setor Rp100/kg kalau mau keluar dari Pangkalbalam, dan itu dibayar kok sama pengusaha. Artinya kesepakatan ini bisa diterapkan, tinggal mau gaknya perusahaan itu,” tegasnya.
Ia menambahkan, semua pihak harus memiliki tanggungjawab moral terhadap anak cucu dimasa yang akan datang, salah satunya adalah dengan kontribusi ini.
Dodot menilai, apabila hal ini dilaksanakan, maka paling tidak Pemprov Babel mendapatkan kucuran Rp50- Rp60 M dalam satu tahun dari sumbangan pihak ketiga ini. “Saya ngusul seribu rupiah per kilogram, kalau ini berjalan Rp60 M masuk kas daerah. Teknisnya nanti bisa diatur bagaimana mekanisme penyetoran,” sebutnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.