Pemurnian Nikel Tersendat, Pemerintah Diminta Awasi Ekspor Konsentrat
Bisnis.com, JAKARTA–Pemerintah diminta mengawasi ekspor mineral mentah setelah sejumlah aktivitas pabrik pemurnian nikel tersendat. Ekspor konsentrat dinilai terlalu bebas karena tidak ada lembaga tertentu yang melakukan audit kadar konsentrat nikel yang diekspor.
Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian disebutkan bahwa produsen nikel dapat melakukan penjualan nikel dengan kadar di bawah 1,7% dan harus telah memiliki fasilitas pemurnian dengan kapasitas tertentu.
Beleid tersebut juga menyebut pemerintah menunjuk verifikator independen untuk mengaudit rencana dan progres pembangunan fasilitas pemurnian. Beberapa aspek yang diverifikasi yaitu jadwal pembangunan, nilai investasi, dan kapasitas input per tahun.
Bupati Kabupaten Konawe Kery Saiful Konggoasan mengungkapkan pihaknya meragukan ekspor mineral mentah yang telah berjalan telah mematuhi ketentuan pemerintah terkait kadar bijih yang dapat dijual ke luar negeri.
“Kebijakan itu [dapat ekspor konsentrat] sudah mulai berjalan, tetapi pengawasannya bagaimana? Apakah yang diekspor sesuai aturan atau justru yang diekspor yang kadarnya bagus? Tidak ada yang mengawasi hal ini,” jelas Kery saat ditemui di Kementerian Perindustrian, Selasa (18/7/2017).
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara memiliki Kawasan Industri (KI) Konawe yang merupakan pusat pemurnian nikel. Kawasan seluas total 5.500 hektare tersebut saat ini telah menjadi basis pengolahan nikel.
Kery mengungkapkan jika pemerintah pusat tidak mengawasi kebijakan ekspor konstrat tersebut, maka akan muncul risiko eksportir menjual nikel dengan kadar di atas 1,7%, mengingat harganya di pasar global yang lebih tinggi.
Kementerian ESDM membuka ekspor konsentrat melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017. Setelah penerbitan beleid tersebut, asosiasi pemurnian nikel menyebut operasional belasan smelter kini tersendat.
Pasalnya, Indonesia yang menyimpan 90% cadangan nikel dunia amat mempengaruhi harga komoditas tersebut di tingkat global. Saat ekspor kembali dibuka, harga bahan baku smelter yang telah berdiri di dalam negeri akan meningkat.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.