Pengamat: Beri Insentif bagi Smelter, Bukan Relaksasi Ekspor
Jakarta - Pemerintah diminta memberi kemudahan bagi pelaku tambang yang pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Relaksasi ekspor mineral mentah (ore) maupun ekspor mineral hasil pengolahan alias konsentrat melanggar amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pakar Hukum Sumber Daya Alam dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi, mengatakan relaksasi ekspor ore maupun konsentrat bisa diberikan apabila revisi UU Minerba menyatakan hal tersebut. Sepanjang belum ada perubahan UU Minerba maka kebijakan relaksasi tersebut melanggar atau bertentangan dengan amanat UU.
"Bila memang ada kebijakan relaksasi maka ubah dulu UU Minerba. Entah melalui revisi UU Minerba atau melalui Perppu. Bukan revisi PP (peraturan pemerintah)," kata Redi di Jakarta, Selasa (18/10).
Redi menuturkan pemerintah sebaiknya memberi insentif bagi pelaku tambang yang membangun smelter. Insentif itu bisa berupa keringanan fiskal. Bukan dengan memberikan izin ekspor konsentrat maupun ore. "Jadi harus ada kemudahan-kemudahan dari pemerintah," ujarnya.
Pemerintah saat ini sedang merevisi PP No.1 Tahun 2014 tentang Pelaksana Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Isi PP itu antara lain tetap melarang ore diekspor. Namun mineral konsentrat berpeluang untuk mendapatkan perpanjangan izin ekspor di 2017.
Ekspor mineral mentah sudah dilarang sejak 11 Januari 2014 silam atau lima tahun sejak diundangkanya Undang-Undang Minerba. Namun pemerintah masih memberi kesempatan bagi mineral hasil pengolahan alias konsentrat untuk diekspor hingga 2017. Batas waktu selama tiga tahun itu agar pelaku usaha bisa memiliki waktu yang cukup untuk membangun smelter.
Pada 11 Januari 2017 merupakan batas akhir izin ekspor konsentrat tersebut. Artinya hanya mineral hasil pemurnian saja yang diizinkan ekspor. Namun hingga jelang pemberlakuan kebijakan tersebut pembangunan smelter belum signifikan. Ada yang baru mencapai 30 persen, bahkan ada yang berhenti proyeknya. Hal itu disebabkan oleh lemahnya harga komoditas pertambangan. Kondisi tersebut memukul arus kas perusahaan tambang sehingga berdampak pada proyek smelter.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.