JAKARTA - Asosiasi Penambangan Nikel Indonesia (APNI) siap mendukung program pemerintah dalam hal hilirisasi, pengolahan dan pemurnian smelter nikel.
Asal tahu saja, pemerintah akan menghentikan pemberian insentif ekspor (pelarangan ekspor) hasil tambang mineral jenis nikel terhitung mulai 1 Januari 2020. Penghentian pemberian insentif ekspor nikel berasumsi bahwa sudah banyak smelter nikel yang terbangun di Indonesia.
Baca Juga: Ekspor Nikel Dilarang, Menko Luhut: Ini Bagus
“APNI sangat mendukung segala bentuk kebijakan dan regulasi yang diterbitkan pemerintah sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia,” ujar Ketua Umum APNI Insmerda Lebang, dalam keterangannya, Minggu (8/9/2019).
Smelter
Hanya saja, lanjutnya, APNI meminta pemerintah untuk memperhatikan tata niaga perdagangan nikel domestic. Hal tersebut diharapkan bisa dituangkan dalam aturan untuk harga bijih nikel yang sesuai market price (HPM/LME).
Kemudian, smelter nikel domestik wajib menyerap kadar bijih nikel di bawah 1.7%. Smelter nikel domestik wajib menyerap minimal 30% kapasitas input bijih nikel dari IUP sekitar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.