JAKARTA – Permohonan penundaan pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) dibawa ke tingkat Menteri Koordinator. Pasalnya ada sejumlah peraturan maupun kesepakatan antara pemerintah dan pelaku tambang yang harus disesuaikan. Setidaknya dua perusahaan yang telah mengajukan permohonan penundaan pembangunan selama 12-18 bulan akibat pandemi Covid-19.
Kedua perusahaan itu adalah PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang membangun smelter tembaga. Pada 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan beleid yang mengatur syarat kemajuan pembangunan smelter untuk mendapatkan izin ekspor. Setiap enam bulan dilakukan evaluasi progres smelter yang disertai sanksi tegas.
Bila hasil evaluasi tidak mencapai batas minimum 90% dari rencana kerja maka dikenakan sanksi pencabutan izin ekspor. Artinya, bila penundaan dikabulkan pemerintah, diperlukan relaksasi dari peraturan tersebut. Penundaan waktu pembangunan smelter berimplikasi pada target penyelesaian smelter. Sementara Kementerian ESDM pada awal 2017 menerbitkan peraturan yang memberi batas waktu ekspor mineral olahan paling lambat lima tahun atau tepatnya hingga 2022. Beleid ini menetapkan hanya mineral hasil pemurnian saja yang boleh diekspor setelah batas waktu tersebut.
Bila penundaan pembangunan smelter dipenuhi pemerintah maka batas waktu ekspor ini pun mengalami perubahan. Selain itu, pemerintah dan Freeport memiliki kesepakatan pada akhir 2018 kemarin yang diantaranya terkait pembangunan smelter. Pembangunan smelter harus rampung paling lambat lima tahun sejak kesepakatan tersebut. Penundaan yang terjadi membuat adanya penyesuaian pada tenggat waktu pembangunan smelter dalam kesepakatan tersebut. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan permohonan penundaan pembangunan smelter sudah ditindaklanjuti.
Hanya saja dia tidak menjelaskan kapan pemerintah menyatakan sikap dari permohonan tersebut. "Masih dipertimbangkan pemerintah, tunggu kebijakan nasionalnya dari Menko," kata Bambang kepada Investor Daily di Jakarta, Kamis (30/4). Penundaan pembangunan smelter yang diajukan Freeport dan Amman disertai permohonan kelonggaran ekspor konsentrat.
Dengan relaksasi ekspor maka kedua perusahaan itu masih bisa berkontribusi terhadap penerimaan negara. Kelonggaran ekspor menjamin operasi produksi berjalan normal. Freeport sudah pernah merasakan dampak penghentian ekspor pada awal 2017 silam yang membuat produksi terhenti dan pengurangan karyawan. Sumber : Investor Daily
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Penundaan Pembangunan Smelter Diputuskan di Menko" Penulis: Oleh Rangga Prakoso Read more at: http://brt.st/6yJI
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.