Perbaikan Sektor Pertambangan RI Terganjal 3 Masalah Ini
Jakarta - Para pendiri bangsa menginginkan kekayaan alam dikuasai dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, cita-cita ini tertuang dalam Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Tapi realitanya, Indonesia masih membutuhkan kehadiran asing di sektor pertambangan. Modal, teknologi, dan pengelolaan wilayah-wilayah pertambangan yang dikuasai korporasi asing.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta nasional belum mampu menguasai semuanya sendirian.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, dalam sambutannya saat membuka Indonesia Mining Outlook yang diselenggarakan Majalah Tambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu (1/3/2017).
"Founding fathers jelas sekali, pasal 33, bumi, air, segala isinya dimanfaatkan negara. Digunakan untuk kemakmuran rakyat. Tapi yang terjadi sekarang, apakah kita mampu mengelola tambang underground dibanding negara lain? Apakah kita punya dana mengelola tambang sendiri, tidak perlu dana asing, pekerja asing?" kata Arcandra.
Kondisi ini tidak ideal, pemerintah sekarang sedang berupaya untuk agar realita bisa mendekati ideal yang dicita-citakan para pendiri bangsa lewat berbagai kebijakan, misalnya hilirisasi mineral. Tapi ternyata tak mudah, ada faktor politis yang menghambat.
"Jadi ada kondisi ideal, ada kondisi rill, kita punya gap. Nah sekarang cita-cita kita harus mempersempit gap ini. Gap-nya harus semakin dipersempit. Ada yang mau kita ubah, tapi ada yang terganggu. Lalu ada lagi masalah politik," ujar Arcandra.
Selain faktor politis, menurut Arcandra, ada 2 persoalan utama lagi yang harus dipecahkan supaya cita-cita para pendiri bangsa bisa diwujudkan di sektor pertambangan, yaitu penguasaan teknologi dan faktor komersial.
"Persoalan pertama, engineering dan teknologi. Kedua, masalah komersial. Ketiga, masalah politik. Tapi yang terjadi sekarang, kita lebih berputar di sisi yang ketiga, politik," tukasnya.
Arcandra berharap 3 persoalan ini dapat diselesaikan bersama-sama oleh semua pihak sehingga kekayaan sumber daya mineral dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan satu kementerian saja. Tidak bisa eksekutif saja. Harus legislatif dan yudikatif juga," tutupnya. (mca/hns)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.