Perpres Darurat Energi, Disebabkan dan Ditangani Korporasi
Jakarta - Pemerintah Indonesia kini memiliki landasan hukum dalam menetapkan status negara dalam kondisi krisis atau darurat energi. Pada 4 Mei lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 41 tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
Uniknya dalam Perpres tersebut, penetapan kondisi krisis atau darurat energi bermuara pada ketidakmampuan badan usaha di sektor tersebut dalam memenuhi kebutuhan minimum konsumsi para pelanggannya. Namun dalam mengatasinya, pemerintah juga mengandalkan badan usaha yang dimaksud untuk mengalokasikan dana guna menangani kondisi tersebut.
“Sementara krisis atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional ditetapkan jika mengakibatkan terganggunya fungsi pemerintahan, terganggunya kehidupan masyarakat, sampai terganggunya kegiatan perekonomian,” ujar Jokowi , seperti dilaporkan CNNindonesia.com, Rabu (25/5).
Berakhirnya krisis energi atau darurat energi ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat rekomendasi DEN. Sedangkan berakhirnya krisis atau darurat energi level nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.