Perusahaan tak capai terget bangun smelter akan didenda
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan beberapa perusahaan tambang, Komisi VII mendesak Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk menyampaikan dokumen persyaratan rekomendasi persetujuan ekspor dan hasil evaluasi progres pembangunan smelter dalam tiga bulan pertama secara berkala. DPR juga meminta laporan setoran pajak ekspor bagi perusahaan tambang yang telah mendapat rekomendasi persetujuan ekspor kepada Komisi VII paling lambat 6 Desember 2017.
“Komisi VII sepakat dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk melakukan penertiban dan pengenaan sanksi finansial bagi perusahaan yang pembangunan smelternya tidak mencapai progres sesuai komitmennya dalam enam bulan secara berkala,” ucap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Herman menyampaikan bahwa Komisi VII bersama Dirjen Minerba Kementerian ESDM telah bersepakat untuk melakukan evaluasi terhadap besaran kuota ekspor yang telah diberikan kepada perusahaan yang mendapat rekomendasi persetujuan ekspor.
Selain itu Komisi VII juga mendesak agar Dirjen Minerba menyampaikan data rinci seluruh perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) mineral dan batubara di Indonesia kepada Komisi VII paling lambat tanggal 6 Desember 2017.
“Komisi VII juga berencana akan melakukan peninjauan lapangan ke perusahaan tambang yang telah mendapat rekomendasi persetujuan ekspor terkait progres pembangunan smelter, serta meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, supaya mengeluarkan kebijakan dalam membangun fasilitas pemurnian (smelter) dengan memperhatikan efisiensi nasional dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah,” pungkasnya.
Aturan pembangunan smelter
Kewajiban membangun smelter tertuang dalam Undang-Undang No. 4/2009 tentang Mineral dan Batu Bara atau Minerba, yang di antaranya mengatur ekspor bahan tambang yang belum dimurnikan dan larangan bagi perusahaan tambang di Indonesia untuk mengekspor bahan tambang mentah mulai Januari 2014.
Pemerintah akan memberi sanksi di antaranya menghentikan kontrak karya bagi perusahaan tambang di Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban membangun smelter hingga akhir 2014, menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dalam Undang-Undang Minerba ditegaskan pembangunan smelter selambat-lambatnya dilakukan pada 12 Januari 2014. Alasan utama ketetapan tersebut dia ntaranya karena ekspor bijih mineral yang terus meningkat sejak 2008, namun tidak memicu perkembangan sektor hilir pertambangan.
Menurut catatan pemerintah, Pada akhir masa pemerintahan SBY, sebanyak 158 perusahaan pertambangan sudah mengajukan rencana membangun smelter.
Pembangunan smelter tersebut membutuhkan anggaran sekitar US$1,5 milyar dan waktu sekitar empat tahun. Untuk itu pemerintah menyarankan para pengusaha pertambangan bekerja sama membangun smelter supaya lebih ringan. Para pengusaha pertambangan ditambahkan dapat mengajukan pinjaman dari perbankan asing dan nasional untuk membangun smelter tersebut.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.