JAKARTA - PT Freeport Indonesia dipastikan akan mengalami penurunan produksi konsentrat tembaga besar-besaran tahun ini. Penurunan produksi disebabkan karena masa transisi perpindahan operasional tambang terbuka (open pit) beralih ke tambang bawah tanah.
“Penurunan produksi karena ada transisi dari tambang terbuka ke bawah tanah. Penurunan hanya sementara, nanti setelah itu akan stabil lagi,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, produksi Freeport baru akan stabil pada 2021, sedangkan untuk puncak produksi akan terjadi pada 2025 mendatang. Untuk tahun ini produksi konsentrat tembaga Freeport diprediksi turun drastis dibandingkan tahun lalu. Tahun ini produksi Freeport diprediksi hanya mencapai 1,2 juta ton jauh dibandingkan hasil produksi sepanjang 2018 mencapai 2,1 juta ton. Penurunan produksi akan berdampak pada pendapatan Freeport Indonesia.
a, pajak, depresiasi dan amortisasi atau earnings before interest, tax, depreciation, dan amortization (EBITDA) pada tahun yang sama ialah USD1,25 miliar. Angka tersebut anjlok lebih separuh karena pendapatan Freeport Indonesia pada 2018 mencapai USD6,52 miliar dan EBITDA sebesar USD4 miliar.
Pendapatan Freeport Indonesia baru bisa mencapai USD6 miliar pada 2022. Sementara pada 2020 diprediksi mencapai USD3,83 miliar dan EBITDA sebesar USD1,79 miliar. Kemudian pada 2021 pendapatan diprediksi mencapai USD5,12 miliar dan EBITDA mencapai USD2,64 miliar.
Sementara pada 2022 pendapatan Freeport Indonesia mencapai USD6,16 miliar dan EBITDA USD3,62 miliar, setelah itu akan kembali stabil bahkan mencapai USD7 miliar.
Direktur Mineral pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menambahkan, produksi Freeport tahun lalu sebesar 2,1 juta ton sepanjang 2018, yakni 1,2 juta ton bijih untuk diekspor dan 800.000 ton untuk memasok smelting Gresik, Jawa Timur. Sedangkan untuk proyeksi tahun ini sebesar 1,2 juta ton, yakni sebesar 1 juta ton akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan smelting Gresik dan 200.000 ton untuk diekspor.
“Dalam kurun waktu 2019–2020 produksi akan turun karena harus menyiapkan berbagai macam infrastruktur dan kesiapan produksi. Ada proses membangun infrastruktur, bikin jalan, dan macam-macam,” ujarnya.
Dia mengatakan, penurunan produksi di tambang terbuka sudah mulai menurun, sedangkan underground mine belum mampu menutupi penurunan produksi.
Hal senada juga ditegaskan Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium Budi Gunadi Sadikin. Menurutnya, penurunan produksi disebabkan operasional dari open pit pindah ke underground mine.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.