Proses Divestasi 51% Saham Freeport Dinilai Berbeli-Belit
JAKARTA-Komisi VII DPR menilai proses divestasi saham Freeport sebanyak 51% terlalu rumit, karena hingga sekarang belum menemukan titik terang. “Terkait 51 persen saham bagi saya mimpi kita punya saham 51 persen, rasanya ga mungkin, kenapa saya bilang gamungkin? Ini sudah lama kita negosiasi, jadinya berbelit-belit jalannya,” kata anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih dalam keteranganya tadi malam, saat menggelar tapat kerja bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Miniral (ESDM), Turut hadir Ignasius Jonan beserta Wakilnya Archandra Tahar di Jakarta, Kamis (26/1/2018).
Rapat tadi malam mengagendakan tentamg evaluasi kerja Kementerian ESDM di 2017, rencana kerja di tahun ini serta membahas kelanjutan devistasi 51 persen PT. Freeport Indonesia. (PTFI).
Lebih jauh anggota Fraksi Partai Golkar ini mengaku pesimis dengan langkah-langkah yang diambil terkait dengan rencana pemerintah mengambil alih 51 persen Saham PTFI. “Ini kok gak selesai-selesai juga, tiba-tiba munculah yang namanya Build, Operate and Transfer (BOT) itu, kita harus ambil saham melalui jalan itu. Saya pikir mungkin Pak Menteri (Jonan) harus menyampaikan apa adanya dari proses negosiasi itu, jangan “seolah-olah” kita sudah dapat 51 persen,” terang Eni lagi.
Menurut Eni, selama ini langkah yang digaungkan pemerintah mengenai proses negosiasi hanyalah cara pemerintah dalam “membungkus” pernyataan tersebut. Maka dari itu, Pemerintah seharusnya memberikan informasi apa adanya kepada masyarakat. “Saya pikir, tidak mungkinlah PT FI langsung legowo menerima skema itu dan mau begitu saja memberikan sahamnya,” jelasnya.
Masalahnya, lanjut Eni, karena pemerintah sudah berkali-kali menyampaikan kepada publik bahwa proses divestasi ini akan bisa berjalab dan sudah sukses. “Saya nilai ini sepertinya mencari jalan sesuatu yang tidak mungki. Masyarakat sudah cerdas, saya sendiri pernah menjadi pedagang, jadi 51 persen diberikan begitu saja rasanya tidak mungkin, minimal 50% – 50%, Supaya sama, apalagi ini Freeport,” tambah Eni.
Lebih lanjut kata Eni, ketimbang harus membeli saham 51 persen dengan harga yang sangat mahal, apalagi pemerintah juga masih harus memberikan modal untuk pembangunan smelter. “Padahal 3 tahun setelah Kontrak Karya ini akan selesai dan semua menjadi milik kita, kok jadi berbelit-belit banget. Kok kita yang selalu menuntut membangun smelter dan ternyata kita pula yang harus mengeluarkan uang,?” ujarnya.
Maka dari itu, Eni lebih memilih jika pemerintah tidak memiliki modal, sebaiknya kembali kepada KK sampai 2021. Dimana setelah itu mungkin bisa dapat kontrak baru yang lebih Fair. “Dibanding harus membeli sesuatu yang sebenarnya menjadi milik sendiri. Artinya kita membeli tanah air sendiri, membeli barang kita sendiri,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.