Punya Smelter, Ekspor Mineral Tak Perlu Bayar Bea Keluar
Jakarta - Pemerintah memfinalisasi aturan pelonggaran ekspor mineral olahan (konsentrat) melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Revisi aturan ini guna memberi kesempatan untuk perusahaan tambang untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).
Lalu bagaimana nasib perusahaan tambang yang sudah membangun smelter?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan menerapkan pungutan bea keluar bagi perusahaan yang masih melakukan ekspor konsentrat mineral setelah 11 Januari 2017. Besaran pungutan bea keluar akan disesuaikan dengan kemajuan dalam pembangunan smelter.
"Perusahaan tambang harus memberikan biaya keluar yang akan kami terapkan bertingkat sesuai dengan kemajuan pembangunan smelter," kata Luhut, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/10/2016).
Semakin banyak kemajuan perusahaan tambang dalam membangun smelter, maka semakin kecil pungutan bea keluar. Dengan begitu perusahaan yang telah rampung membangun smelter tidak terkena bea keluar karena telah mengekspor mineral yang telah dimurnikan.
"Nah perusahaan yang sudah membangun smelter kita akan berikan peluang relaksasi secara bertingkat sesuai dengan kemajuan dari pembangunan smelter dan diawasi," tutur Luhut.
Namun ketika ditanyakan besaran bea keluar ekspor konsetrat, Luhut belum bisa menyebutkan. Karena, masih akan dibahas bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. "Itu yang dikerjakan sekarang. Angkanya bersama Kementerian Keuangan," ucap Luhut.
Sebenarnya pungutan bea keluar sudah diterapkan Pemerintah saat memberi kelonggaran ekspor konsentrat pada era mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, hal tersebut tertuang dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 Tahun 2014, disebutkan bea keluar sebesar 7,5 persen dikenakan apabila kemajuan pembangunan smelter atau serapan dana investasi antara 0-7,5 persen.
Bea keluar sebesar 5 persen apabila kemajuan pembangunan smelter maupun serapan anggaran investasi antara 7,5-30 persen. Apabila pembangunan smelter mencapai 30 persen, maka tidak dikenakan bea keluar alias 0 persen.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.