Pushep : Percepatan Pelarangan Ekspor Bijih Nikel Sudah Tepat
Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) menilai kebijakan pemerintah mempercepat pelarangan ekspor bijih nikel dari Januari 2022 menjadi Januari 2020 sudah tepat.
Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bhaktiar mengatakan kebijakan percepatan ekspor ini memang sudah seharusnya dikeluarkan oleh pemerintah kendati Uni Eropa meradang dan mengadukannya ke WTO.
"Bahkan, kalau kita tegas mengikuti UU Minerba [UU No. 4/2009], kebijakan tersebut telah berlaku sejak 2014. Jadi, tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut. Kita tidak perlu takut dengan Uni Eropa," katanya dalam siaran pers, Rabu (18/12/2019).
Perlu diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 20% total ekspor nikel dunia.
“Jadi wajar bila Uni Eropa geram dengan kebijakan larangan ekspor bijih nikel yang dilakukan Indonesia karena pasti berdampak negatif yang merugikan industri baja di negara-negara Uni Eropa. Ada keterbatasan akses bahan baku baja," tuturnya.
Adapun menurut Pasal 95 huruf (c) UU Minerba, pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batu bara.
Ketentuan ini, lanjut Bisman, menjadi dasar hukum kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan batu bara. Nilai tambah ini diperoleh dari pengolahan dan pemurnian mineral dan batu bara atau sering disebut sebagai proses penghiliran dalam dunia pertambangan.
"Nikel ini merupakan salah satu jenis mineral yang utama dan strategis," katanya.
Bisman menambahkan dalam Pasal 102 UU Minerba, pemegang IUP dan IUPK wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau batu bara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral dan batu bara.
"Pengaturan ini menjadi dasar bagi seluruh pihak untuk mendorong dan mengawal agar hilirisasi ini terlaksana dengan baik sehingga peningkatan nilai tambah dari proses tersebut dapat diwujudkan," ucapnya.
Saat ini, bijih nikel yang diolah menjadi feronikel nilainya jauh lebih besar, yaitu naik hingga 10 kali lipat. Harganya masih bisa naik hingga 19 kali lipat apabila feronikel diolah menjadi stainless steel. Sama halnya juga dengan bijih bauksit yang jika diolah dan dimurnikan menjadi alumina akan bernilai delapan kali lipat.
Bisman menuturkan bahwa salah satu tujuan utama dari terbitnya UU Minerba adalah untuk mendorong terjadinya peralihan (shifting) pengelolaan mineral, yaitu dari hulu ke hilir. Untuk mendorong adanya shifting, kebijakan tersebut mewajibkan pelaku usaha mendirikan smelter.
“Atas dasar itu, sebabnya pemerintah mewajibkan pendirian smelter," tuturnya.
Dia pun menilai pemerintah harus berani menghadapi gugatan dari Uni Eropa. Sepanjang kebijakan itu demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dia yakin masyarakat akan ikut membela.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.