RI Kaya Bauksit, Tapi Pabrik Aluminium Masih Impor Bahan Baku
Jakarta - Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan mineral, termasuk bauksit. Biji bauksit adalah bahan mentah untuk aluminium. Tapi meski kaya akan bauksit, PT Inalum (Persero), BUMN yang memproduksi aluminium, terpaksa harus mengimpor bahan baku.
Sebab, bauksit harus diolah dulu menjadi alumina, baru setelah itu bisa diolah menjadi aluminium ingot. Masalahnya, Indonesia belum memiliki fasilitas pengolahan (smelter) untuk mengkonversi bauksit menjadi alumina.
Akibatnya, Inalum bergantung pada pasokan alumina impor. Supaya ketergantungan ini tidak berlangsung terus menerus, Inalum berencana membangun industri alumina di dalam negeri.
"Indonesia memiliki cadangan bauksit begitu besar tapi belum punya smelter untuk pengolahan bauksit menjadi alumina. Kami masih harus mengimpor bahan baku. Kita harus membangun refinery alumina," kata Direktur Utama Inalum, Winardi Sunoto, dalam Forum BUMN 2016 di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Winardi menuturkan, nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan bauksit menjadi alumina mencapai 8 kali lipat. Kalau bauksit diolah sampai menjadi aluminium ingot, nilainya bertambah 30 kali lipat.
"Bauksit ke alumina nilai tambahnya 8 kali lipat, dari bauksit ke aluminium ingot 30 kali lipat. Kalau diolah jadi produk-produk hilir lainnya, nilai tambahnya lebih tinggi lagi," paparnya.
Ke depan, Winardi menambahkan, Inalum akan terus meningkatkan kapasitas produksinya karena sebagian besar kebutuhan aluminium di dalam negeri masih harus dipenuhi dari impor. Akan dibangun pabrik aluminium baru di Kalimantan Utara (Kaltara). Kaltara dipilih karena memiliki potensi air yang besar untuk sumber tenaga listrik dengan harga sangat efisien.
"Pasar aluminium di dalam negeri 800 ribu ton per tahun. Kapasitas kita sekarang 260.000 ton per tahun, potensi di industri aluminium masih sangat besar, masih ada gap yang besar antara kebutuhan dan suplai. Kita masih banyak impor aluminium," tuturnya.
Kapasitas produksi aluminium akan ditambah sampai 1 juta ton per tahun pada 2025.
"Pada 2021 kita harapkan kapasitas produksi bisa 500 ribu ton per tahun. 2025 demand di dalam negeri 1,3 juta ton per tahun, kita tingkatkan kapasitas produksi sampai 1 juta ton. Kita butuh tambahan listrik 1.500 MW," tutup Winardi.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.