RUU Minerba Tak Kunjung Selesai, DPR Minta Pemerintah Tak Sibuk Pencitraan
Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR Maman Abdurrahman meminta kepada pemerintah untuk bekerja dengan sunguh-sungguh dan meninggalkan upaya pencitraan. Hal tersebut diungkap Maman Abdurrahman setelah melihat belum selesainya Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu bara (RUU Minerba) sampai saat ini.
“Filosofi saya berpikir, selalu memikirkan apa yang substansi dan apa yang penting, dan apa yang baik buat bangsa negara ini di atas segala-galanya. Daripada hanya sekedar pencitraan,” cetus Maman dalam rapat kerja Komisi VII dengan Menteri ESDM, Rabu (2/9/2020).
Untuk itu, Maman mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan RUU Minerba. Menurunya, UU Minerba nantinya dapat menjadi solusi atas berbagai permasalahan baik hulu maupun hilir yang ada di sektor Minerba. Maman kemudian menyinggung soal relinquish terhadap Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
“Saya dengar ada semangat dari pemerintah untuk melakukan relinquish dari pemilik PKP2B. Saya pikir itu betul semangatnya ada, tapi harus diperhatikan faktor ekonomi. Jadi jangan sampai kita hanya sekedar ingin memberikan pencitraan di mata publik bahwasanya kita ingin melakukan relinquish tapi kita tidak memperhatikan nilai-nilai keekonomian dari lapangan tersebut,” kata Maman.
“prinsipnya tidak ada masalah kita setuju bahwa memang itu perlu relinquish dan sebagainya, Tapi tolong faktor-faktor keekonomian antara pemerintah dan pengusaha juga itu dilihat dan dihitung betul,” sambung dia.
Sebagai contoh lain, Maman menyebutkan soal untung-rugi dibangunnya smelter. Menurutnya, jika pembangunan smelter memang memberikan imbal balik yang lebih besar, maka silakan pemerintah melanjutkan. Sebaliknya, jika dengan pembangunan ini justru negara mengalami kerugian, maka sebaiknya tidak dilanjutkan.
“Untuk melakukan smelterisasi adalah untung ruginya bagi pemerintah dan negara kita. Kalau memang setelah kita hitung memberikan implikasi positif terhadap keuntungan pengusaha atau pemerintah, lanjut bangun smelter. Tapi kalau memang ternyata tidak untung, untuk apa kita paksakan demi hanya untuk mengakomodasi citra publik,” kata Maman.
Maman menekankan, bahwa ia tidak mendukung pula menolak pembangunan smelter. Namun jika dalam hitungannya ini justru menimbulkan kerugian, maka sebaiknya tidak dilanjutkan berdasarkan nilai keekonomian.
“Kalau memang pemerintah menganggap (pembangunan smelter) itu (menguntungkan, maka menjalankan. Tapi kalau memang ternyata dilihat dari kebijakan tersebut lebih banyak menggerus ataupun mengurangi pendapatan negara, kita harus berani sampaikan kepada publik,” jelas Maman.
“Artinya, saya tidak ingin kebijakan pemerintah lebih besar karena faktor pencitraan daripada faktor esensi ataupun substansi dari setiap proses pengambilan kebijakan,” sambung Maman menegaskan.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.