Bisnis.com, JAKARTA - Rencana peluncuran kontrak berjangka timah oleh Indonesia Commodity and Derivatives Exchange atau ICDX resmi ditunda seiring dengan sepinya perdagangan pasar fisik timah yang menggunakan pusat logistik berikat (PLB).
Senior Executive Product Innovation ICDX Yoga mengatakan bahwa setiap kontrak berjangka dapat dihadirkan lebih cepat jika perdagangan pasar fisik berhasil berjalan dengan stabil.
Adapun, untuk menjadi acuan harga komoditas dunia salah satu upayanya adalah dengan meluncurkan kontrak berjangka karena dengan kontrak berjangka perdagangan dilakukan tidak hanya oleh pedagang dan pembeli, tetapi juga melibatkan investor sehingga perdagangan menjadi lebih ramai dan likuid.
Namun, hingga kini perdagangan fisik timah ICDX melalui PLB masih sepi peminat sehingga rencana peluncuran kontrak berjangka pun terpaksa ditunda. Padahal, dia mengaku sudah terdapat investor yang tertarik terhadap kontrak berjangka timah oleh ICDX.
Dia mengatakan bahwa setiap timah yang simpan di PLB nantinya akan dijadikan sebagai underlying asset dari setiap kontrak berjangka timah, sehingga pasar bisa mendapatkan kepastian lebih besar.
“Kalau tidak ada underlying assetnya kan jadi lebih susah. Contohnya di LME [London Metal Exchange], dalam perdagangannya trader dapat diyakinkan dengan ketersediaan barang di gudangnya. Semua perdagangan berjangka di LME sudah terinteregasi dengan gudangnya,” ujar Yoga saat ditemui di kantornya, Selasa (5/11/2019).
Oleh karena itu, dia ingin mendorong para pelaku pasar untuk menggunakan perdagangan fisik melalui PLB dibandingkan dengan menggunakan kontrak fisik melalui sistem Free On Board (FOB).
Tidak hanya memudahkan untuk meluncurkan kontrak berjangka, imbuhnya, menggunakan PLB juga memberikan kepastian global karena PLB sudah termasuk kawasan internasional sehingga jika terdapat pergantian regulasi dan lain-lain di dalam negeri, maka barang tersebut tidak terkena dampaknya.
Sebagai informasi, ICDX telah meluncurkan kontrak fisik timah baru melalui PLB pada awal Maret lalu. Namun, sejak 4 April 2019 tidak terdapat perdagangan fisik timah melalui kontrak tersebut sehingga mengakibatkan izin PLB yang dimiliki ICDX terpaksa dibekukan per 4 Oktober 2019.
Hal itu dikarenakan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 272 tahun 2014, PLB yang tidak beraktivitas selama 6 bulan berturut-turut maka akan dibekukan.
Selain itu, jika PLB tersebut tidak beraktivitas selama 6 bulan ke depan atau 12 bulan berturut-turut maka fasilitas PLB akan dicabut, sehingga usulan pengajuan PLB harus memenuhi persyaratan dari awal lagi.
Adapun, sepanjang tahun berjalan 2019 total transaksi perdagangan timah fisik oleh ICDX hanya sebesar 5.738 lot dengan mayoritas transaksi menggunakan mekanisme FOB.
Sementara itu, Yoga mengatakan bahwa menurunnya total transaksi perdagangan timah di ICDX juga disebabkan oleh ketentuan Competent Person Indonesia (CPI) dalam pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang belum dipenuhi oleh banyak smelter.
Sebanyak 38 eksportir yang terdaftar di ICDX, Yoga mengatakan bahwa hanya PT Timah Tbk yang melakukan transaksi karena telah memenuhi semua ketentuan untuk melakukan ekspor.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.