Respons PT Smelting Soal Perusahaan Tambang Wajib Bangun Smelter
tirto.id - Presiden Direktur PT Smelting, Hiroshi Kondo, menyebut bahwa tantangan bisnis smelter dan kilang tembaga akan semakin besar dalam lima tahun ke depan. Sebab, PT Smelting tak akan lagi jadi pemain tunggal di Indonesia lantaran kewajiban untuk membangun smelter bagi perusahaan-perusahaan mineral mulai diberlakukan dengan tegas.
"Soal aturan baru, saya pikir dalam lima tahun ke depan akan ada smelter-smelter baru yang dibangun di Indonesia. Bagi kami itu adalah kompetitor baru, tapi hal ini baik untuk Indonesia," ujar Hiroshi Kondo di kantornya, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019).
Mandatori perusahaan mineral dan batu-bara untuk membangun smelter itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pasal 15 bagian ketiga beleid itu menyebutkan, pemegang IUP OP dan IUPK OP wajib melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan batu bara.
Peningkatan nilai tambah tersebut dilakukan dengan kegiatan pengolahan dan permurnian untuk komoditas tambang mineral logam. Meski demikian, Hiroshi mengaku masih optimistis bisnis pemurnian tembaga di Indonesia bakal tetap cerah di masa mendatang.
Apalagi jika pemerintah terus mendorong hilirisasi industri sehingga kebutuhan bahan baku industri manufaktur dari tembaga terus meningkat. "20 tahun lalu, saat memulai proyek ini di Indonesia, kami berharap semua produk kami bisa terjual dalam negeri. Tapi saat ini hanya 40-50 persen saja yang mampu diserap. Kami berharap di masa mendatang hilirisasi harus tumbuh, dan katoda tembaga bisa laku di Indonesia," ucapnya.
Tahun ini, perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki Mitshubishi Material Corporation itu memproyeksikan bisa mengolah dan memurnikan konsentrat tembaga sebanyak 1,1 juta ton. Produksi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Smelting, produksi dalam lima tahun terakhir yakni di 2014 mencapai 921.000 ton konsentrat tembaga. 2015 sebesar 730.000 ton konsentrat tembaga.
2016 mencapai 940.000 ton konsentrat. Di 2017 sebesar 829.000 ton konsentrat serta pada 2018 mencapai 814.000 ton konsentrat tembaga. Di tempat yang sama, Senior Manager Teknikal Eksternal Smelting, Bouman T Situmorang, mengungkapkan, pengolahan konsentrat sebesar 1,1 juta ton itu dapat menghasilkan 291 ribu ton produk utama katoda tembaga dengan tingkat kemurnian 99,99 persen.
Selain itu produk sampingan asam sulfat juga bakal meningkat menjadi 1,04 juta ton dan terak tembaga sekitar 805 ribu ton. Pasokan bahan baku itu berasal dari PT Freeport Indonesia sebanyak 1 juta ton, serta PT Amman Mineral Nusa Tenggara (Newmont Nusa Tenggara) sebanyak 1.000 ton.
Hingga Mei lalu, kata Bouman, Smelting sudah memproduksi 96.000 ton katoda tembaga atau sekitar 35,95 persen dari target produksi katoda tembaga tahun ini. "Januari kita ada maintenance, jadi produksi hingga Mei masih sekitar 96.000 ton. Kita harapkan dari Juni-Desember bisa produksi setidaknya 171.000 ton," ujar Bouman dalam kesempatan yang sama.
Baca selengkapnya di Tirto.id dengan judul "Respons PT Smelting Soal Perusahaan Tambang Wajib Bangun Smelter", https://tirto.id/respons-pt-smelting-soal-perusahaan-tambang-wajib-bangun-smelter-ecMv.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.