Royalti Ore: Pemerintah Diminta Tak Hanya Lihat Aspek Penerimaan Negara
JAKARTA - Pemerintah harus melihat royalti di sektor pertambangan sebagai instrumen untuk merangsang pertumbuhan indusri dalam negeri dan bukan hanya sekadar penerimaan negara.
Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso mengatakan pemerintah harus memikirkan hal tersebut sebelum menaikan royalti mineral mentah (ore).
Dia justru mendorong agar royalti bagi komoditas yang dibutuhkan untuk kepentingan nasional dihapuskan saja.
"Untuk komiditi yang butuhkan nasional bebas royalti dan untuk ekspor langsung dinaikkan saja," katanya, Rabu (20/4/2016).
Di sisi lain, anggota Komisi VII DPR Kurtubi mengatakan selama ini penerimaan negara dari sektor pertambangan sangat rendah bila dibandingkan dengan tingkat produksinya.
Oleh karena itu, dia menilai royalti komoditas tambang memang seharusnya dinaikkan untuk mengoptimalkan penerimaan negara tersebut.
"Royalti memang sudah seharusnya lebih tinggi. Jangan sampai sumber daya alam kita habis tapi penerimaan negara sangat sedikit," ujarnya.
Adapun rencana penaikan royalti ore tersebut sudah masuk dalam pokok pembahasan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang Berlaku di Kementerian ESDM.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.