Siapa Vale Indonesia yang Berencana Divestasi Ikuti Freeport?
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berencana akan menyusul Freeport dalam waktu dekat melakukan divestasi saham ke pemerintah, jelang kontrak karya berakhir. Pihak perusahaan mengaku bersedia memenuhi kewajiban divestasinya sesuai dengan Perjanjian Amandemen Kontrak Karya PT Vale dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PT Vale telah menyampaikan surat kepada Menteri ESDM sehubungan dengan proses pelaksanaan divestasi PT Vale.
Lalu, bagaimana sepak terjang perusahaan multitambang yang berpusat di Brazil ini? Berikut profilnya :
PT Vale Indonesia didirikan pada Juli 1968. Di tahun yang sama, perusahaan yang awalnya bernama PT International Nickel Indonesia ini menandatangani Kontrak Karya (KK) dengan Pemerintah Indonesia untuk mendapat lisensi melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan biji nikel.
Sejak saat itu PT Vale memulai pembangunan smelter Soroako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1973 Vale mulai membangunan pabrik pengolahan nikel di Soroako. Peresmian pabrik baru dilakukan oleh Presiden Soeharto di tahun 1977. Di tahun yang sama perusahaan juga membangun PLTA Larona dengan daya 165 megawatt. Baru pada 1978 Vale melakukan produksi nikel komersil perdana sekaligus melakukan pengiriman ke Jepang.
Pada 1995, Vale mulai membangunan PLTA kedua perusahaan, Balambano dengan daya 110 megawatt. Setahun kemudian, Kontrak Karya PT Vale Indonesia dan Pemerintah diperpanjang pada tahun 1996. Melalui Perjanjian Perubahan dan Perpanjangan maka masa berlakunya diperpanjang hingga 28 Desember 2025.
Pada tahun 2007 PLTA ketiga perusahaan di Karebbe dibangun. Pada 2011, pemegang saham menyetujui perubahan nama dari PT INCO menjadi PT Vale Indonesia Tbk. Kemudian pada bulan Oktober 2014, PT Vale dan Pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan merenegosiasi KK di mana masa operasi diperpanjang hingga 2045.
Amandemen Kontrak Karya tersebut meliputi pengurangan wilayah Kontrak Karya dari sebelumnya seluas 190.510 hektar menjadi 118.435 hektar. Pada akhir Kontrak Karya tanggal 28 Desember 2025, Perseroan dapat mempertahankan 25.000 hektar zona bijih yang akan diusulkan Perseroan untuk dieksploitasi.
Selain zona bijih tersebut, Perseroan tetap dapat mempertahankan lahan yang diperlukan untuk kegiatan operasional dan keperluan lainnya. Luasan lahan hasil renegosiasi ini mencerminkan luasan lahan yang memadai untuk keperluan investasi dan rencana pertumbuhan jangka panjang Perseroan.
Royalti yang disepakati sebesar 2% dari penjualan (menjadi 3% ketika harga nikel naik) telah sesuai dengan struktur royalti yang diatur dalam peraturan pemerintah serta merefleksikan evolusi dinamika pasar. Kewajiban bagi PT Vale untuk mendivestasikan 20% saham kepada peserta Indonesia.
PT Vale dapat mengajukan permohonan kelanjutan operasinya setelah Kontrak Karya berakhir sebanyak dua kali 10 tahun dalam bentuk izin operasi, dan tunduk pada persetujuan pemerintah. Persetujuan Pemerintah ini akan mempertimbangkan pemenuhan kewajiban Perseroan yang tercantum dalam amandemen Kontrak Karya.
PT Vale melakukan penawaran perdana saham (initial public offfering/IPO) pertama kali di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 16 Mei 1990. Berdasarkan data profil perusahaan di BEI, saat ini sebesar 21,8% saham perusahaan dimiliki publik. Induk usaha Vale juga tercatat di Bursa Efek New York (NYSE).
Mayoritas saham Vale dipegang oleh Vale Canada Limites sebesar 58,73% atau 5,84 miliar saham. Di urutan kedua, saham Vale dipegang oleh Sumitomo Metal Mining Co.Ltd sebesar 20,09%.
Vale Japan Limited dan Sumitomo Corporation masing-masing memegang saham sebesar 0,54% dan 0,14%. Sisanya saham yang dimiliki publik sebanyak 2.036.346.880 saham atau 20,49% dari saham keseluruhan.
Berdasarkan data pada laman resmi perusahaan, pada triwulan III tahun 2018 perusahaan mencatat produksi nikel dalam matte sebesar 18.193 mt dan penjualan sebesar AS$205,0 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, produksi nikel dalam matte dan pengiriman nikel matte masing-masing sekitar 4% dan 1% lebih rendah.
Adapun beban pokok pendapatan pada triwulan III menurun sebesar AS$4,8 juta meskipun harga bahan bakar dan batubara meningkat signifikan. Harga Minyak Bakar Bersulfur Tinggi (HSFO) meningkat sebesar 13%, Minyak Diesel (HSD) 5% sedangkan batubara 7% per unit basis di triwulan III dibandingkan triwulan sebelumnya.
EBITDA PT Vale di triwulan III sebesar AS$69,5 juta, dibandingkan dengan AS$66,1 juta di triwulan II 2018. Kas dan setara kas Perseroan meningkat sebesar AS$266,3 juta pada 30 September 2018, dari AS$185,9 juta pada 30 Juni 2018. PT Vale telah mengeluarkan sekitar AS$27,7 juta belanja modal di triwulan III atau naik dari AS$13,3 juta di triwulan II 2018.
Dari sisi produksi, pada triwulan III Vale memproduksi 18.193 metrik ton (t) nikel dalam matte. Jumlah produksi ini di bawah target akibat adanya aktivitas pemeliharaan yang tidak direncanakan untuk mengatasi masalah operasional.
Alhasil, perusahaan juga harus merevisi target produksi tahun penuh 2018 menjadi 75.000 t di 2018, turun dari target sebelumnya 77.000 t di triwulan II 2018.
Volume produksi di triwulan III juga lebih rendah 4% dibandingkan volume produksi yang direalisasikan di triwulan II 2018. Secara year-on-year, produksi di triwulan ketiga tahun 2018 sekitar 10% lebih rendah dibandingkan produksi di triwulan ketiga tahun 2017.
Selain itu, produksi di 9 bulan pertama 2018 adalah 6% lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu, terutama disebabkan oleh tingkat kandungan nikel rata-rata yang lebih rendah di 2018 dan dampak dari aktivitas pemeliharaan yang tidak terencana yang disebutkan sebelumnya di 3T18.
Adapun Vale Indonesia biji besi dan pellet, nikel, batu bara, tembaga, pupuk, dan mangan serta campuran besi. Selain di Indonesia, Vale juga tersebar di negara lain, diantaranya Malaysia. (hps/hps)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.