Smelter Baru Dongkrak Kontribusi Manufaktur terhadap PDB
Kendari - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa naik menjadi di atas 20% tahun ini, seiring beroperasinya beberapa pabrik pemurnian dan mineral (smelter) baru.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawiryawan mengatakan, masih ada 10 smelter dalam tahap pembangunan yang ditargetkan bisa beroperasi tahun ini.
"Kami ingin hitung kontribusi terhadap PDB-nya. Sekarang, kontribusi industri terhadap PDB kan bawah 20%. Kami berharap beroperasinya industri smelter bisa mendongkrak kontribusi manufaktur hingga 20% lebih tahun ini, karena rata-rata mereka sudah investasi besar dan sebagian sudah beroperasi," kata Putu, Kamis (12/1).
Meski demikian, Putu mengakui, investor membutuhkan kepastian, terutama untuk menyeselaikan pembangunan pabrik dan penerapan teknologi. Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan teknologi adalah tenaga ahli. "Selalu ditemukan beberapa masalah yang ber menemukan beberapa masalah yang berbeda di negara asalnya, jadi tetap butuh tenaga asing," kata dia.
Putu menegaskan, seringkali investasi asing diidentikkan dengan banjirnya jumlah tenaga asing di proyek tersebut. Padahal, tenaga kerja asing di proyek smelter rasional dan bersifat temporer.
"Belakangan ini seolah diisukan memasang bata saja dilakukan oleh tenaga asing. Padahal, bata yang dipasang adalah tungku tagan api yang tidak semua orang bisa memasangnya, SDM kita belum bisa. Smelter harus jalan dan sesuai jadwal, karena sudah jadi andalan ekonomi ke depan. Isu tenaga kerja asing harus bisa kita tangkal," kata Putu.
Tenaga Ahli Menteri Perindustrian Sukhyar mengatakan, untuk mengembangkan industri smelter membutuhkan investasi dan teknologi. Investor yang datang meminta kepastikan investasinya bisa kembali dengan cepat.
Pada tahap awal pembangunan, industri smelter, kata Sukhyar, pasti membutuhkan banyak tenaga kerja asing, karena ada studi kelayakan teknis. Namun, setelah itu, pasti ada transfer teknologi ke tenaga kerja lokal.
"Dari desain sampai operasi tidak mungkin diserahkan langsung sama kita, pasti ada tenaga khusus yang dibutuhkan karena ada kompleksitas membangun smelter," kata dia.
Investor, kata dia, seringkali takut investasinya tidak kembali. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah, yakni menjaga kepercayaan investasi.
"Tahun ini, pasti investasi smelter membengkak. Kalau nanti ada klaster ekonomi nikel yang akan tumbuh tidak hanya smelter, tapi industri pendukungnya," kata Sukhyar. Berdasarkan data Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), sebanyak 32 smelter dibangun sejak 2012-2014. Dari jumlah itu, sebanyak 24 merupakan smelter nikel, sedangkan sisanya alumina, tembaga, zirkon, silika, dan tembaga. Total investasi smelter nikel mencapai US$ 18 miliar, di mana sekitar 95% atau US$ 17 miliar digelontorkan investor Tiongkok.
Sementara itu, per Agustus 2016, total smelter nikel yang telah beroperasi mencapai 20, dengan kapasitas produksi terpasang 416.237 ton nikel ekuivalen atau setara 21% pasar dunia. Total kebutuhan bijih nikel mencapai 41,6 juta ton per tahun. (ajg)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.