Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) memastikan, sebanyak 7 juta ton bijih nikel bakal terserap di 2017, menyusul beroperasinya sejumlah smelter nikel.
Wakil Ketua AP31, Jonathan Handojo mengatakan, apabila dikalkulasi, jumlah itu setara dengan nilai ekspor Indonesia di tahun 2019. "Kami optimis, sebanyak 7 juta ton nikel ore akan diserap. Ini bukti smelter sudah ada hasilnya," kata Jonathan
Jonathan menuturkan, tren ekspor nikel ore terus meningkat pasca terbitnya Undang-Undang (UU) No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
Beleid ini mengamanatkan pelarangan ekspor mineral mentah terhitung lima tahun sejak diundangkanya UU tersebut, atau pada 2014. Selanjutnya, pemerintah menetapkan pelarangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014.
Dia menceritakan, pada 2009 ekspor bijih nikel mencapai 7,6 juta ton. Kemudian, naik dua kali lipat menjadi 14,35 juta ton nikel ore di 2010. Setahun berselang, volume ekspor nikel mentah melonjak hingga 151% menjadi 36,14 juta ton.
Pada 2012 volume ekspor nikel ore lagi-lagi membumbung menjadi 43,09 juta ton. Puncaknya pada 2013 sebesar 58,6 juta ton. "Di 2014 setelah pemberlakuan larangan ekspor hanya 3,98 juta ton," ujar Jonathan.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.