Jakarta, Gatra.com – Para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengeluh kesulitan mendapat pembiayaan membangun smelter atau fasilitas pemurnian nikel dari perbankan. Padahal mulai tahun 2020, perusahaan tambang bijih nikel dilarang mengekspor produksinya.
Dalam Peraturan Menteri ESDM No.11/ 2019 tentang revisi Permen ESDM No.25/ 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba, pelarangan ekspor nikel mentah dimajukan dari tahun 2022. Mau tidak mau, penambang harus memurnikan bijih nikel agar bisa diekspor, jika tidak ingin menjualnya di pasar domestik.
Menurut Sekjen APNI, Meidy Katrin Lengkey, untuk mendapatkan modal pembangunan smelter dari bank, pengusaha tambang nikel harus memiliki ekuitas yang cukup. Ekuitas ini diperoleh dari kontrak penjualan ekspor. “Kenapa begitu, karena tidak ada satupun perbankan yang mau membiayai smleter,” katanya kepada GATRA.
Pendiri Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan & Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handoyo menjelaskan, sulitnya perusahaan tambang memperoleh pembiayaan untuk membangun smelter, disebabkan ketidakpahaman mereka tentang industri smelter.
“Pembiayaan bisa, kalau dicari. Masalahnya, penambang banyak yang tidak mengerti smelter. Kalau nggak ngerti, gimana bisa dapat kredit bank,” katanya.
Menurut Handoyo, pengusaha tambang nikel tidak perlu menyalahkan perbankan. Pasalnya, kata Handoyo, yang namanya keuntungan perbankan salah satunya diperoleh dari pemberian kredit. “Kalau nggak ngerti, jangan minta kreditlah. Karena bank juga hati-hati,” ujarnya.
Handoyo menceritakan pengalamannya memperoleh kredit dari bank untuk bangun smelter. Menurutnya, sudah ada sekitar 5 bank yang pernah memberi pinjaman kepadanya untuk bangun smelter.
“Tapi, nama banknya saya nggak mau buka. Saya minta kredit seperti ini, cukup banyak. Ada bank plat merah, ada swasta,” katanya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.