Tak Miliki Izin, A-MPP Sultra Laporkan Dua Perusahaan Tambang Kolut di Polda
KENDARI, (SultraDemoNews) – Front Pemerhati Pertambangan Sultra menindak tegas atas kegiatan penambangan, pemuatan, dan penjualan biji nikel (Ore) tanpa izin ilegal mining yang dilakukan PT. Alam Mitra Indah Nugraha (PT. Amin) dan PT. Geo Partner Indonesia (PT. GPI) di Laburino wilayah Desa Mosiku Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara.
Ketua Aliansi Mahasiswa Pemerhati Pertambangan (A-MPP) Sulawesi Tenggara (Sultra), A. Syahdan, dalam surat laporan nomor 007/A-MPP SULTRA/XI/2018 yang ditujukan untuk Kapolda Sultra menyebutkan, aktivitas penambangan yang sudah berjalan sejak Februari lalu hingga saat ini, masih aktif melakukan produksi dengan menumpuk stockpile hasil penambangan, akibat itu juga terjadi pencemaran lingkungan dibeberapa titik, yakni di daerah pegunungan dan pinggiran pantai,” jelasnya Rabu, (28/11)
“PT. Amin dan PT. GPI diketahu tidak memiliki Izin Usaha Penambangan (IUP) atau Ilegal mining, parahnya lagi kedua perusahaan tersebut menambang di atas lahan eks PT. Vale (PT. Inco), artinya disini terjadi tumpang tindih,” katanya.
Lanjut ketua A-MPP Sultra, Kedua perusahaan melakukan kerjasama dimana PT GPI bentindak sebagi eksekutor lapangan yang melakukan proses penambangan sedangkan PT. Amin menggunakan dokumen IUP penjualan dan berkontrak beberapa pemilik pabrik smelter tempat mengirim dan menjual biji nikel Ore.
Pertambangan ilegal mining dilakukan tidak sesuai prosedur, tidak hanya merugikan negara secara finansial, tapi muncul berbagai persolan seperti kerusakan lingkungan, konflik sosial, kejahatan, ketimpangan nilai ekonomi atau bahkan mendorong terjadinya kemiskinan dengan hancurnya sumber daya alam.
Salah satu bentuk tanggung jawab Kepolisian Republik Indonesia sebagai mana pasal 4 dan 13 Undang-Undang nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Ilegal mining sebagai bagian dari kejahatan terhadap kekayaan negara merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari undang-undang nomor 4 tahun 2009.
Ditegaskan pula kegiatan penambangan yang tidak memliki izin merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 158 UU nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara yang berbunyi, “setiap orang dan atau korporasi yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimkuf dalam pasal 37, pasal 40 ayat (3), pasal 48, pasal 67 ayat (1) pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”
Untuk itu, sumber daya alam yang masuk dalam rana lingkungan dikenakan sanksi pidana yang sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada bab 15 pasal 98 (1) setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Rabu, 27/18.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.