KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Merosotnya harga nikel dalam beberapa waktu terakhir dianggap sebagai dampak dari kondisi supply yang minim di tengah kondisi demand atau permintaan yang masih bertumbuh. Meskipun begitu, lewat kebijakan pemerintah Indonesia untuk menahan ekspornya diharapkan mampu kembali mendorong naik harga.
Mengutip Bloomberg, harga nikel untuk acuan tiga bulan di London Metal Exchange (LME) turun 2,24% ke level US$ 14.360 per ton pada perdagangan Rabu (20/11). Angka tersebut merosot dari catatan hari sebelumnya yang mana harga nikel berada di level US$ 14.690 per ton.
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengungkapkan, sebagai top performer metal harga nikel wajar terkoreksi saat overbought. Apalagi, rekan komoditinya juga tengah merasakan hal serupa. "Supply masih terancam, sedangkan demand lumayan baik," ungkap Wahyu kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).
Di sisi lain, mayoritas sentimen dari Indonesia yang menahan ekspor nikel berpeluang memicu harga kembali naik. Bahkan, nikel berpotensi unggul di 2020, akibat kendala pasokan minim dan menjadikannya sebagai komoditas logam berkinerja paling baik tahun depan.
Alhasil, Wahyu menilai untuk jangka menengah dan jangka panjang masih cukup menjanjikan. Jangka menengah harga masih dalam tren bullish, sedangkan untuk jangka panjang, prospek nikel akan semakin membaik, berkaca dari kegunaannya sebagai elemen utama baterai lithium.
Selain itu, baterai nikel hibrida juga banyak digunakan sebagai pengisi daya kendaraan hybrid. Prediksinya, di 2030 nanti permintaan nikel akan tumbuh 16 kali lipat, di mana 50% dari permintaan diperuntukkan bagi bahan baku baterai.
Wahyu menjelaskan, dalam tiga bulan terakhir harga nikel sudah tumbuh lebih dari 50%. Salah satu sentimen pendongkrak kenaikan, datang dari kebijakan pemerintah Tanah Air yang melarang ekspor bijih nikel di Januari 2020.
Asal tahu saja, Indonesia berkontribusi 27% hingga 28% dari pasokan bijih nikel dunia. Di sisi lain, pasokan nikel LME saat ini mencapai 153.000 ton, dengan kebijakan larangan ekspor dari Indonesia ada kemungkinan pasokan nikel 2020 berkurang 50.000 ton.
"Untuk saat ini bisa buy on weakness, dengan prediksi hingga akhir 2019 harga masih di kisaran US$ 14.000 per ton. Namun untuk 2020 dan jangka panjang, harga berkisar US$ 18.000-US$ 19.000 per ton, bahkan lebih," tandasnya.
Meskipun begitu, investor tetap harus tetap mengantisipasi beberapa risiko yang mungkin terjadi ke depan. Di antaranya, risiko pelambatan ekonomi China dan global yang bisa menekan jumlah permintaan nikel.
Risiko lainnya, jika pemerintah Indonesia membatalkan kebijakan ekspor nikelnya dan berpotensi menjadikan pasokan berlimpah. Apalagi, hadirnya smelter baru, berpeluang menambah jumlah pasokan yang mana Indonesia saat ini sudah memiliki 13 smelter aktif.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.