UU Minerba Terbaru Tak Atur Soal Royalti dan Dana Bagi Hasil, Hanya Persoalan Izin dan Kewenangan
' />
BANGKAPOS.COM, BANGKA - Pemerintah menerbitkan Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba menggantikan UU sebelumnya nomer 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
Berdasarkan UU ini kewenangan pemerintah daerah dalam urusan pertambangan kini beralih pada pemerintah pusat.
Pemda tidak memiliki kewenangan untuk memberikan izin. Termasuk soal 700 izin usaha pertambangan (IUP) timah di Babel yang kini dikuasai pemerintah pusat.
Merasa UU No 3 Tahun 2020 tidak memihak pada otonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat, Gubernur Babel melakukan judicial review melalui pengacara Dharma Sutomo.
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakuda), Pemerintah Provinsi Bangka Belitung, Fery Afryanto mengatakan dengan adanya undang-undang minerba terbaru tersebut, tidak mengatur dengan royalti dan bagi hasil namun terkait kewenangan dan izin pertambangan saja.
"Undang-undang nomor 3 tahun 2020 ini tidak mengatur terkait pajak, royalti maupun iuran tetap, tetapi ada peraturan perundang undangan lain yang mengaturnya. Jadi untuk pendapatan daerah dari dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam masih berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang lama,"jelas Kepala Bakuda Pemprov Babel, Fery Afryanto kepada Bangkapos.com, Jumat (10/7/2020).
Dalam UU terbaru hanya mengatur soal kewenangan dan izin tambang saja.
"Undang-undang nomor 3 tahun 2020 mengatur terkait pengelolaan Minerba, termasuk didalamnya kewenangan Pemerintah pusat dan daerah. Poin-poin Undang-undang ini yang menyulitkan, satu diantara kesulitannya, masa izin tambang rakyat diterbitkan menteri kan menyulitkan masyarakat,"katanya.
Diberitakan sebelumnya Pengacara asal Babel, Dharma Sutomo mengatakan akan melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Minerba yang baru karena dianggap telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pemerintah Daerah mengenai Otonomi Daerah.
"Perubahan itu mencabut seluruh kewenangan daerah di sektor pertambangan, jadi tidak ada lagi kewenangan daerah di sektor pertambangan. Nah, menurut kami ini bertentangan dengan Undang-undang dasar, jadi politik hukum pemerintah daerah ke otonomi daerah seluas luasnya,"jelas Bang Momo sapaan akrabnya, kepada Bangkapos.
Mantan Ketua KNPI Kota Pangkalpinang ini, menambahkan, dengan adanya UU Minerba terbaru itu, urusan sektor pertambangan di serahkan ke Pemerintah Pusat dan telah mencabut semua kewenangan, tidak satupun berada di Pemerintah Daerah.
"Sehingga selain bertentangan dengan Undang-Undang dasar ini bertentangan dengan Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, secara hukum Undang-Undang Pemerintah Daerah itu merupakan sifatnya Undang-Undang organik, Undang-Undang organik itu adalah Undang-undang yang dibentuk berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar, secara jelas mengatur kewenangan kepala daerah di bidang pertambangan,"ungkapnya.
Namun dengan keluarnya Undang-undang Minerba terbaru nomor 3 tahun 2020, telah mencabut kewenangan Gubernur Babel terkait persoalan pertambangan.
"Tiba tiba keluar Undang Minerba itu mencabut kewenangan Gubernur di sektor pertambangan sementara berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah merupakan sifatnya Undang-Undang organik dan Undang-Undang Minerba itu non organik, berdasarkan prinsip hukum Undang-Undang itu keliru. Bertentangan dengan Undang-Undang pemerintah daerah, karena Undang-undang Minerba ini non organik. Undang-undang Minerba mengatur kewenangan pemerintah daerah, ini kan salah. Bertentangan dengan politik hukum yang menganut asas otonomi seluas luasnya,"tegasnya.
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul UU Minerba Terbaru Tak Atur Soal Royalti dan Dana Bagi Hasil, Hanya Persoalan Izin dan Kewenangan, https://bangka.tribunnews.com/2020/07/10/uu-minerba-terbaru-tak-atur-soal-royalti-dan-dana-bagi-hasil-hanya-persoalan-izin-dan-kewenangan. Penulis: Riki Pratama Editor: Ardhina Trisila Sakti
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.