Vale Indonesia Catatkan Untung US$ 160 Ribu - Berkah Kenaikan Harga Nikel
Jakarta – Bila di semester pertama 2019, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masih membukukan rugi sebesar US$26,17 juta. Maka di kuartal ketiga, perseroan mampu membalikkan keadaan dengan berhasil membukukan laba bersih US$160.000 pada akhir kuartal III/2019. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan yang dirilis di Jakarta, kemarin.
Sebaliknya, perseroan membukukan pendapatan bersih US$506,46 juta dalam 9 bulan pertama 2019. Nilai tersebut menyusut 12,61% dari raihan US$579,59 juta pada Januari-September 2018. Kata Nico Kanter, CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia, meski pendaptan terkoreksi, tetapi volume penjualan terus meningkat pada kuartal III/2019."Pada saat bersamaan, kami juga diuntungkan dari kenaikan harga nikel selama periode tersebut," ujarnya.
Perseroan menyebutkan, pendapatan itu terdiri atas raihan US$126,42 juta pada kuartal I/2019, US$165,82 juta pada kuartal II/2019, dan US$214,21 juta pada kuartal III/2019. Capaian tersebut sejalan dengan realisasi produksi dan penjualan nikel matte Vale Indonesia. Dalam 9 bulan pertama 2019, INCO memproduksi 50.531 ton nikel dalam matte, turun 6,81% dari 54.227 ton pada periode yang sama tahun lalu. Kendati demikian, produksi tiap kuartal tahun ini berangsur-angsur naik, yakni 13.080 ton pada kuartal I/2019, 17.631 ton pada kuartal II/2019, dan 19.820 ton pada kuartal III/2019.
Sementara itu, volume penjualan INCO dalam Januari-September 2019 mencapai 50.831 ton, turun 6,85% dari 54.569 ton pada 9 bulan pertama 2018. Volume penjualan nikel matte INCO pada 9 bulan tahun ini, sebesar 13.080 ton pada kuartal I/2019, 17.631 ton pada kuartal II/2019, dan 19.998 ton pada kuartal III/2019. Rerata harga jual nikel matte dalam 9 bulan tahun ini juga lebih rendah dibandingkan dengan Januari-September 2019. Nilainya turun 6,19% year-on-year dari US$10.621 per ton menjadi US$9.963 per ton.
Berdasarkan data perseroan, harga nikel matte pada tahun ini baru menembus level US$10.000 per ton pada kuartal III/2019. Tercatat, rerata harga nikel sebesar US$9.117 per ton pada kuartal I/2019, US$9.774 per ton pada kuartal II/2019, dan US$10.712 per ton pada kuartal III/2019. Sejalan dengan peningkatan rerata harga jual dan nilai penjualan pada kuartal III/2019, INCO mengantongi laba bersih US$26,3 juta pada Juli-September 2019.
Dengan demikian, perseroan berbalik untung US$160.000 pada 9 bulan pertama tahun ini. Namun, laba tahun berjalan itu jauh lebih kecil dari raihan US$55,2 juta pada Januari-September 2018. Lebih lanjut, Vale Indonesia akan tetap fokus pada berbagai inisiatif penghematan biaya untuk mempertahankan daya saing perseroan dalam jangka panjang.
Hingga akhir September 2019, INCO memiliki total aset US$2,16 miliar. Adapun, kas dan setara kas perseroan meningkat menjadi US$201,7 juta. Perseroan mengungkapkan, realisasi belanja modal sampai dengan semester pertama mencapai US$ 76,8 juta atau 38,98% dari total belanja modal atau capex tahun ini sebesar US$ 197 juta. Vale menggunakan sebagian besar capex tersebutuntuk pengerjaan beberapa proyek utama, mulai dari revitalisasi Larona Canal Lining, pengembangan tambang, mobile screening station, dan perbaikan fasilitas pengendapan Lamella Gravity Settler.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.