Jakarta — Meskipun pencapaian kontrak baru PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) speanjang tahun 2019 meleset dari target, namun perseroan masih menaruh asa bisnis kontruksi tahun ini bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Perseroan tahun ini membidik kontrak baru sekitar Rp65 triliun . Nilai ini lebih tinggi dari target tahun lalu yang senilai Rp61,74 triliun.
Direktur Utama Wijaya Karya, Tumiyana mengatakan, proyeksi kontrak baru tahun ini lebih tinggi karena 2019 merupakan tahun yang berat bagi perusahaan konstruksi. Beberapa proyek ditunda dengan melihat kondisi politik dan baru diteruskan pada 2020.”Target 2020 new contract Rp65 triliun, lebih tinggi karena 2019 kan tahun berat. Kami proyeksikan nilai itu karena banyak carry over juga,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Tumiyana menyebutkan karena gelaran pemilihan presiden yang mempengaruhi proses tender proyek, kontrak baru yang didapatkan WIKA ini hanya tercapai Rp42,1 triliun atau 68,19% dari target perseroan. Kendati tidak tercapai target yang ditetapkan, dia menilai realisasi tersebut cukup baik di tengah kondisi perlambatan sektor konstruksi sepanjang tahun lalu.
Nilai kontrak baru di tahun lalu sejatinya masih jauh bila dibandingkan target 2019 yang sebesar Rp 61 triliun. Proyek terakhir yang digenggam perseroan pada 2019 disebutkan berupa pembangunan smelter PT Timah di Bangka dengan nilai sekitar Rp770 miliar. Lebih lanjut, Tumiyana memperkirakan, laba bersih tahun 2019 tumbuh sekitar 26%. Pertumbuhan tersebut sejatinya masih bisa lebih tinggi. "Aturan PSAK baru itu menekan laba tahun lalu, proyeksinya kan 26%, itu sudah dampak PSAK. Kalau tidak ada bisa di atas 30%," pungkas dia.
Lebih jauh, dari target nilai kontrak baru 2020, WIKA membidik 14% berasal dari proyek luar negeri. Sebelumnya, Direktur Operasi III Wijaya Karya Destiawan Soewardjono mengatakan saat ini perseroan telah berada di 9 negara dan 2020 akan diperluas ke 3 negara lain, yaitu Madagaskar, Mauritius, dan Ethiopia.
Untuk pengembangan bisnis di tiga negara tersebut WIKA menggandeng badan usaha milik negara lain. Perseroan bekerja sama dengan PT Inka (Persero) untuk di Madagaskar dan PT Angkasa Pura II (Persero) untuk Mauritius. Sementara untuk proyek di Ethiopia, perseroan bekerja sama dengan anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yaitu PT GMF AeroAsia Tbk.
Destiawan menambahkan pihaknya juga melihat negara-negara lain yang memiliki potensi dengan mempertimbangkan kemampuan pendanaan perseroan. Kontrak baru luar negeri WIKA pada 2020 diperkirakan mayoritas berasal dari negara-negara Afrika. WIKA juga menggarap proyek di beberapa negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi baik dan sedang agresif membangun infrastruktur, seperti Filipina dan Taiwan. Perseroan juga sedang membidik proyek pengembangan bandara Terminal 3 di Taipe dengan nilai kurang lebih Rp3 triliun.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.