Wah! Pemerintah Tolak Permohonan Freeport untuk Tunda Smelter
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menolak permohonan PT Freeport Indonesia untuk menunda jadwal penyelesaian pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) baru di Gresik, Jawa Timur. Dari target awal bisa selesai pada 2023, namun kini Freeport meminta penundaan menjadi 2024. Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaludin saat ditemui wartawan usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (27/08/2020).
Dia mengatakan hal ini dikarenakan pembangunan smelter ini selaras dengan kewajiban yang tertuang dalam UU No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara yang mendorong perusahaan tambang untuk melakukan hilirisasi dan juga menjadi komitmen Freeport yang tertuang dalam Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"DPR sudah mengatakan begitu (menolak penundaan). Jadi, tidak (pemerintah tidak akan mengabulkan)," ungkapnya kepada wartawan saat ditanyai apakah pemerintah akan mengabulkan permohonan Freeport untuk menunda penyelesaian smelternya tersebut.
Dia pun meminta agar Freeport tidak mudah menyerah dengan alasan apapun. Dia tidak mau Freeport mengatakan tidak sanggup sebelum berusaha menyelesaikannya tepat waktu pada 2023.
"Kita maunya begini lah ya...Pokoknya jangan menyerah sebelum kita mati. Jadi kira-kira lu jangan bilang nggak bisa. Kerjakan saja semaksimal mungkin. Kalau sampai pada waktunya nggak bisa, nggak bisa? mau gimanain, tapi jangan sekarang bilang nggak bisa," tegasnya.
Dalam kesimpulan RDP Komisi VII di poin keempat juga disebutkan jika DPR menolak penundaan dan mendorong agar target pembangunan bisa selesai pada 2023 sesuai target awal. Adapun bunyi poin empat kesimpulan rapat Komisi VII DPR sebagai berikut:
"Komisi VII mendesak Dirjen Minerba KESDM RI agar target pembangunan smelter di tahun 2023 dapat dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh pelaku usaha, untuk itu pemerintah tidak memberikan relaksasi berupa penundaan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia."
"Akibat dari dampak Covid-19, pencapaian progress masih di bawah target karena kontrak EPC belum bisa difinalisasi oleh EPC kontraktor kami," jelasnya.
Ia mengatakan vendor dan kontraktor EPC saat ini belum dapat memfinalisasi karena mereka mengalami kendala akibat pembatasan Covid-19 ini, sehingga menyulitkan untuk bekerja secara efektif.
"Ada vendor yang aktif, ada vendor yang belum aktif. Akibatnya EPC kontraktor belum dapat memfinalisasi biaya dan waktu penyelesaian. Dari sisi biaya belum semua vendor bisa memberikan penawaran harga final, dan juga dari sisi waktu akibat dari Covid-19," tuturnya.
Hal ini menurutnya membuat pembangunan sudah tertunda selama enam bulan. Ketika penyelesaian pembangunan smelter tetap ditargetkan pada 2023, kontraktor EPC menyatakan tidak sanggup, sehingga butuh revisi jadwal kembali.
"Kalau kita paksakan penyelesaian pada akhir 2023, kontraktor EPC menyatakan tidak sanggup menyelesaikannya, sehingga butuh revisi jadwal terbaru. Jadi, apabila memungkinkan, kami ingin memohon agar diberikan kelonggaran penyelesaian smelter ini hingga 2024," paparnya
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.