Waketu Komisi VII DPR: Divestasi Freeport Harus Satu Paket dengan Kesepakatan Valuasi
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Syaikhul Islam Ali mengapresiasi kesepakatan final perundingan antara pemerintah RI dengan PT Freeport Indonesia.
Kesepakatan final perundingan tersebut mencakup divestasi saham 51 persen, kewajiban membangun fasilitas baru pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri, keberlanjutan izin operasi 2×10 tahun, dan stabilitas investasi.
Salah satu yang krusial dalam poin teresebut adalah divestasi saham Freeport Indonesia. Sebab itu dia menekankan adanya kesepakatan bersama untuk menunjuk valuator independen agar fair dalam penghitungan nilai saham tersebut.
“Dan harus disepakati dulu mana yang dihitung dan mana yang tidak. Makanya saya selalu tekankan kesepakatan divestasi tanpa kesepakatan valuasi itu omong kosong,” ujar Syaikhul saat dihubungi, Jakarta, Rabu (30/8).
Menurut politisi PKB ini, sebelum pemerintah menyusun beberapa poin tersebut, khususnya terkait divestasi dalam lampiran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang berisi berbagai ketentuan, maka kesepakatan divestasi harus satu paket dengan kesepakatan valuasi.
“Kesepakatan divestasi harus satu paket dengan kesepakatan valuasi,” tegasnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan sebelumnya telah memberikan keterangan baru terkait penghitungan nilai saham Freeport. Menurut Jonan, valuasi saham Freeport tak akan memperhitungkan faktor cadangan.
Untuk diketahui, pada tahun 2016, Freeport Indonesia sempat memasukkan penawaran harga saham untuk ketentuan divestasi yang mengikutkan perhitungan cadangan. Hasilnya, nilai saham yang ditawarkan Freeport Indonesia adalah US$ 1,7 miliar, sementara menurut pemerintah seharusnya hanya US$ 630 juta.
Pengamat Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengatakan, apabila penghitungan nilai saham Freeport berdasarkan proses ketika menawarkan US$1,7 miliar untuk jumlah saham 10,64 persen pada 2014 lalu, apabila dihitung maka harga saham 1 persen saham yaitu US$160 juta. Sehingga 51 persen harganya US$8,1 triliun.
“Artinya, 51 persen saham Freeport Indonesia sama dengan lebih kurang Rp1,1 ribu triliun. Uang dari mana?,” tuturnya.
Menurutnya, yang ideal dan konstitusional adalah apabila pemerintah tidak membeli saham divestasi dan tidak memperpanjang izin operasi PT Freeport Indonesia pasca berakhirnya Kontrak Karya 2021.
“Setelah itu pemerintah menugaskan BUMN. Dan sejak saat ini, pemerintah menyiapkan infrastruktur hukum dan ekonomi untuk masa transisi. Walaupun melihat mental pemerintah saat ini, hal ini hanya sebuah ilusi,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.