Bisnis.com, JAKARTA – Harga aluminium tergelincir dari level tertingginya sejak 2018 seiring dengan prospek pemulihan pasokan dan tren penguatan dolar AS.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (30/3/2021), harga aluminium terkoreksi 1,39 persen ke US$2.266 per metrik ton di London Metal Exchange (LME) setelah melesat 1,4 persen sepanjang pekan lalu.
Pada minggu lalu, harga aluminium sempat melonjak 2,3 persen ke US$2.298 per ton pada Jumat (26/3/2021). Level harga tersebut merupakan yang tertinggi sejak pertengahan tahun 2018 lalu. Baca Juga : Jalur Pelayaran Suez Lumpuh, Ancam Kelancaran Pasokan Aluminium Salah satu sentimen penekan harga aluminium adalah rencana pemerintah China untuk menjual stok cadangan alumuniumnya sebanyak 500.000 ton. Langkah ini diyakini merupakan salah satu upaya pemerintah Negeri Panda untuk menekan reli harga sekaligus mencapai target emisi rendah yang dicanangkan. Rencana mengalirkan persediaan aluminium China ke pasaran diyakini dapat mengimbangi penurunan total produksi China seiring dengan komitmennya untuk membatasi penggunaan energi karbon demi menuju emisi nol persen pada 2060. Selain itu, kebijakan pemerintah China untuk memangkas emisi karbon dengan mengurangi kegiatan industri berbahan bakar fosil seperti smelter aluminium menimbulkan spekulasi bahwa lonjakan pasokan alumunium akan tersendat. Baca Juga : Historia Bisnis : Jalan Pemerintah Bendung Banjir Produk Impor Pada saat yang sama, tingkat permintaan komoditas ini diperkirakan mengalami kenaikan. Hal inipun memicu lonjakan harga aluminium ke level tertingginya pada pekan lalu. Analis TD Securities Bart Melek mengatakan kekhawatiran pasar terhadap pembatasan emisi China untuk smelter-smelter terlalu dibesar-besarkan. Pasalnya, mayoritas produksi aluminium terbaru akan berasal dari Provinsi Yunnan yang menggunakan tenaga air pada smelternya. Sementara itu, laporan dari Morgan Stanley menyebutkan, pasar aluminium saat ini tengah tertekan menyusul sejumlah faktor pendorong yang bersifat jangka pendek. Hal ini tutur ditambah dengan beberapa katalis yang berdampak pada pasar logam ini secara struktural. “Laporan penjualan cadangan dari pemerintah China menghasilkan sentimen yang bearish. Sehingga, potensi peningkatan pasokan masih akan terjadi pada tahun 2021,” demikian kutipan laporan tersebut. Di sisi lain, harga aluminium turut tertekan seiring dengan penguatan nilai tukar dolar AS. Indeks Dolar AS Bloomberg tengah naik 0,2 persen. Hal ini menjadikan komoditas berdenominasi dolar AS seperti alumunium kurang menarik bagi investor yang memegang mata uang selain dolar AS. Laporan dari Commerzbank AG menjelaskan, selain penguatan mata uang greenback, harga aluminium juga tertekan dengan membaiknya kondisi di Terusan Suez yang sempat lumpuh. Kapal Ever Given yang sempat terdampar kini telah berhasil diapungkan sehingga kembali membuka jalur perdagangan tersibuk di dunia tersebut. Sebelumnya, kemacetan di Terusan Suez sempat menimbulkan kekhawatiran pasar akan tersendatnya pasokan aluminium.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Dolar AS Perkasa, Harga Aluminium Makin Lesu", Klik selengkapnya di sini: https://market.bisnis.com/read/20210330/94/1374445/dolar-as-perkasa-harga-aluminium-makin-lesu. Author: Lorenzo Anugrah Mahardhika Editor : Hafiyyan
Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini: Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.