Drama Harga Bijih Nikel ke Smelter Domestik Belum Berakhir
Jakarta, CNBC Indonesia - Polemik harga jual bijih nikel ke smelter dalam negeri hingga kini masih belum usai. Para penambang nikel masih mengeluhkan rendahnya harga bijih nikel yang dibeli para pengusaha smelter nikel di dalam negeri, meski sudah ada Harga Patokan Mineral (HPM) nikel yang ditetapkan pemerintah.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta agar aturan Harga Patokan Mineral (HPM) nikel dipatuhi oleh pengusaha smelter sesuai dengan aturan mengenai HPM yang ditetapkan pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey.
ADVERTISEMENT Image parallax1
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dia menjelaskan, berbicara mengenai HPM, ada aturan berbasis Free on Board (FOB). Menurutnya, biaya untuk tongkang lumayan besar sekitar US$ 5-6 per ton, bahkan ada yang US$ 10 per ton. Tapi di dalam kontrak, harganya hanya dibuat HPM plus US$ 1 atau US$ 2 per ton.
Artinya, jika ongkos kirim US$ 6 per ton, maka penambang hanya mendapatkan subsidi US$ 2 dan sisanya US$ 4 per ton ditanggung sendiri oleh para penambang. Pilihan Redaksi
ESDM Bantah RI Kecolongan Ekspor Bijih Nikel 1 Smelter Nikel Baru Telah Beroperasi Tahun Ini, Punya Siapa?
"Kalau HPM FOB contoh US$ 40, plus US$ 2 maka jadinya US$ 42. Sementara untuk tongkang US$ 6, maka FOB US$ 36. Gak sesuai dong," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (28/10/2021).
Selain terkait biaya transportasi, menurutnya ada kendala lainnya yaitu terkait perbedaan hasil analisa.
"Saat rapat dengan tim satgas HPM, permohonan APNI semua basis FOB. Kemudian surveyor biar tidak ada kekisruhan, kami minta dibuatkan SNI satu metode. Surveyor beda, muat siapa, bongkar siapa," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, jika dibandingkan dengan harga internasional, harga bijih yang dijual di dalam negeri ini sangat berbeda jauh. Dia mengatakan, kadar bijih nikel 1,8 di pasar internasional sudah mencapai US$ 120-an per ton, sedangkan HPM di dalam negeri hanya US$ 40-42 per ton FOB.
Dengan selisih harga yang sudah sangat jauh tersebut, maka pihaknya menekankan jangan sampai penambang masih dipermainkan.
"Kita sudah dipatok, sudah ada Kepmen harga HPM. Kita cuma minta ikuti itu saja. Aturan kita orang Indonesia, ikuti aturan Indonesia. Kita cuma mau HPM yang fair," tegasnya.
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan mengenai larangan ekspor bijih nikel, mestinya HPM jangan terlalu jauh dari harga internasional. Investor smelter nikel di RI menurutnya tidak akan kabur karena tidak hanya mendapatkan fasilitas harga nikel yang lebih murah saja, tapi juga fasilitas perpajakan dan lainnya.
"Investor tidak hanya dapat fasilitas nikel lebih murah, melainkan fasilitas perpajakan dan fasilitas lainnya masih jauh lebih untungkan," tuturnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.