Erick Resmikan IBC, Sinyal Baik atau Biasa Saja buat ANTM Cs?
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten pertambangan pelat merah nasional PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) melesat 11,47% di posisi Rp 2.430/saham pada perdagangan Jumat lalu (26/3/2021). Bahkan nilai transaksi sahamnya tertinggi melampaui saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), yakni mencapai Rp 1,5 triliun dalam sehari.
Sentimen positif untuk saham ANTM datang dari diresmikannya pembentukan holding perusahaan baterai BUMN yaitu PT Indonesia Battery Corporation(IBC) oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir.
Pendirian perusahaan patungan antara empat BUMN ini bakal menelan biaya investasi hingga Rp 238 triliun atau US$ 17 miliar.
Masing-masing perusahaan BUMN yang terlibat yaitu
akan menguasai 25% saham IBC.
IBC rencananya ingin memiliki kapasitas mencapai 140 giga watt hour (GWh) dan 50 GWh diantaranya akan bisa diekspor. Lalu sisanya digunakan untuk produksi Electric Vehicle atau EV di Indonesia.
Baca: Erick Bosan RI Cuma Jadi Market, Ini Strateginya di IBC
Erick Thohir menyebutkan IBC akan bekerjasama dengan dua produsen baterai yakni China's Contemporary Amperexc Technology (CATL) dan LG Chem Ltd.
Menurutnya tidak kalah penting untuk mengharapkan adanya alih teknologi dalam kerjasama ini. Dia menuturkan dalam perjanjian terdapat mengenai stabilitas pasokan baterai listrik di dunia untuk kebutuhan energi terbarukan dan power listrik di rumah.
Terbentuknya IBC, menurut Erick adalah transformasi kemajuan Indonesia di masa depan. Covid-19 juga dinilai mempercepat proses transformasi untuk industri baterai listrik.
Sebagai salah satu perusahaan tambang nasional, ANTM memiliki lini bisnis di bidang feronikel dan bijih nikel. Pada paruh pertama tahun lalu, pendapatan ANTM dari segmen ini mencapai Rp 2,11 triliun atau sekitar 23% dari seluruh pendapatan emiten.
Di sektor hulu, ANTM memiliki tiga tambang yang berlokasi di tambang Pomala, tambang Buli, tambang pulau Gag. ANTM memiliki pabrik pengolahan nikel di Pomalaa dan produk hilirnya adalah shot feronikel.
Saat ini ANTM memiliki dua proyek utama dalam pengembangan. Pertama adalah pabrik feronikel di Halmahera yang ditargetkan memiliki kapasitas 27.000 TNi per tahun. Pembangunan pabrik ini diestimasikan bakal menelan biaya Rp 3,5 triliun (di luar power plant).
Proyek kedua ialah Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah. SGA yang ditargetkan untuk diproduksi mencapai 1 juta ton dan menelan dana investasi mencapai US$ 850 juta.
ANTM juga secara konsisten terus berupaya melakukan kegiatan eksplorasi untuk mempertahankan sumberdaya dan cadangan mineral bauksit.
Berdasarkan laporan eksplorasi perusahaan per 17 Maret 2021, ANTM melakukan eksplorasi di tiga lokasi. Dua lokasi berada di Sulawesi Selatan yaitu Tapunopaka dan Pomalaa. Satunya lagi di Indonesia Timur yaitu Buli di Halmahera Timur.
Tahun lalu kinerja keuangan ANTM mengalami perbaikan.
Meskipun pendapatan usaha mengalami penurunan 16% menjadi Rp 27,37 triliun. Tahun sebelumnya pendapatan ANTM mencapai Rp 32,72 triliun. Hampir seluruh produk ANTM mengalami penurunan penjualan di sepanjang tahun lalu, mulai dari emas, feronikel, bijih bauksit, batu bara hingga perak.
Di saat penjualan turun 16% (yy) harga pokok penjualan pun mengalami penurunan dengan laju yang sama. Penurunan biaya produksi dipicu oleh penurunan pembelian logam mulia serta pemakaian bahan bakar.
Laba usaha ANTM melonjak signifikan dari Rp 955 miliar pada 2019 menjadi Rp 2,03 triliun. Laba usaha melesat 113% (yy). Kenaiakn laba usaha disebabkan oleh penurunan tajam beban penjualan dan pemasaran yang turun 63,1% (yy).
Laba tahun berjalan ANTM juga ikut terkerek signifikan dari Rp 193,8 miliar menjadi Rp 1,15 triliun pada tahun 2020. Laba tahun berjalan melompat 5,9x hanya dalam satu tahun.
Ke depan tren penggunaan baterai nikel untuk mobil listrik bakal berkembang dengan pesat. Tentu saja ini akan menguntungkan ANTM yang memang salah satu portfolio bisnisnya di sektor tambang nikel.
Kendati keuntungan tak hanya dimonopoli ANTM tapi juga emiten nikel lain. Apalagi MIND ID, induk ANTM, juga membawahi PT Timah Tbk (TINS) dan memiliki 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Sejumlah emiten batu bara juga mulai masuk tambang nikel, termasuk PT Harum Energy Tbk (HRUM).
Berdasarkan pemetaan Badan Geologi pada Juli 2020, Indonesia memiliki sumber daya bijih nikel sebesar 11.887 juta tondan cadangan bijih sebesar 4.346 juta ton. Sedangkan untuk total sumber daya logam mencapai 174 juta ton dan 68 juta ton cadangan logam.
Area Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara punya potensi yang terbesar di Indonesia sampai dengan saat ini. Indonesia juga menjadi salah satu produsen nikel terbesar di dunia dengan menyumbang 27% dari total produksi global.
Analis dan ekonom pun memberikanoutlook bullish untuk harga nikel akibat tren penjualan mobil listrik yang diramal bakal terus naik akibat sentimen commodity supercylce. Salah satu yang memberikan ramalan bullish tersebut adalah Goldman Sachs.
Baca: Saham Boleh Ambles, Asing Cari Cuan di 10 Saham Ini Sepekan!
Bank investasi asal Wall Street itu memperkirakan target harga nikel akan menyentuh US$ 21.000/ton dalam periode 12 bulan ini. Goldman Sachs merevisi naik harga nikel dari sebelumnya US$ 16.000/ton.
Dalam update terbarunya Goldman Sachs memandang tren penjualan mobil listrik masih akan terus meningkat. Jika tidak dibarengi dengan upgrade penggunaan baterai dari nikel maka pasokan nikel diramal bakal defisit mulai dari 2023.
Prospek harga nikel dan mobil listrik yang cerah ini digadang-gadang menjadi katalis positif bagi kinerja keuangan ANTM. Kinerja keuangan ANTM yang biasanya sering angin-anginan secara kuartalan akibat harga komoditas yang tidak stabil diharapkan akan mampu konsisten menghijau di tahun-tahun mendatang.
Bahkan dengan hadirnya IBC ini produksi nikel yang sebelumnya mesti diekspor kini akan langsung memiliki standby buyer dari dalam negeri yang sehingga produksi bisa digenjot dengan aman.
Apalagi dengan dibentuknya IBC menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengembangkan industrik nikel lokal yang potensinya masih sangat besar dimana Ibu Pertiwi memiliki cadangan nikel sebanyak 21 juta mega ton.
Selain itu tercatat Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 800.000 mega ton per tahun, dua kali lipat dibandingkan dengan posisi kedua Filipina yang hanya mampu memproduksi sekitar 400 ribu mega ton nikel per tahun.
Di sisi lain, dari pasar saham, jelang penutupan sesi I, Senin ini (29/3), saham-saham nikel berguguran. Saham ANTM minus 4,12% di Rp 2.320/saham, INCO turun 1,50% di Rp 4.600, HRUM stagnan Rp 5.200, dan TINS (PT Timah) minus 3,43% di Rp 1.690/saham.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.