Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah untuk mengatur ketentuan harga nikel kadar rendah dan produk cobalt. Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan selama ini nikel kadar rendah mulai permintaan dari industri pengolahan. Akan tetapi penetapan harga untuk nikel kadar tersebut belum diatur.
Penetapan ini diperlukan untuk menghindari kerugian yang dialami oleh penambang. Selama ini, perusahaan tambang hanya mengikuti penawaran harga yang diberikan oleh industri pengolahan.
“Sudah ada permintaan bijih nikel kadar rendah, diatur dong harganya. Diatur tata niaga domestik untuk bijih nikel kadar rendah sehingga tidak lagi permintaan [harga nikel] ini suka-suka,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/10/2021). Selain itu, APNI juga meminta adanya pengaturan harga cobalt.
Komoditas ini merupakan turunan dari bijih nikel. Cobalt juga digunakan sebagai salah satu komponen baterai kendaraan. Selama ini harga cobalt sekitar tiga kali lipat daripada harga nikel. Di pasar global, cobalt dihargai US$59.500 per ton, sementara nikel berada di harga US$19.880 per ton.
Komoditas ini terus mengalami lonjakan sejak awal 2021 seiring tingginya permintaan di pasar dunia.
l “Dalam pelaksanaanya selama ini hanya dihargai cuma kandungan nikelnya. Seharusnya pemerintah memikirkan ini, kan ada potensi penerimaan negara,” terangnya. Lebih lanjut, nikel dinilai menjadi salah satu sumber daya masa depan dengan cadangan melimpah di Indonesia. Sebab itu, pemerintah diminta untuk menghitung secara detail kemampuan sektor hulu dan hilir sehingga terjadi keseimbangan pengelolaan nikel. Sebelumnya, APNI juga mengeluhkan harga pembelian nikel dari industri smelter tidak sesuai dengan harga patokan mineral yang ditetapkan pemerintah. Alhasil penambang mengalami penurunan keuntungan.
Asosiasi juga meminta jasa survei untuk melakukan satu metode bersama agar tidak menghasilkan kajian berbeda baik saat di perusahaan tambang maupun setiba di industri pengolahan. Analisa berbeda ini berpotensi memberikan kerugian kepada penambang.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Harga Nikel Kadar Rendah dan Cobalt Perlu Diatur", Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20211111/44/1464862/harga-nikel-kadar-rendah-dan-cobalt-perlu-diatur. Author: Rayful Mudassir Editor : Amanda Kusumawardhani
Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini: Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.