Harga Nikel Tinggi, Kinerja Vale Indonesia (INCO) Diproyeksi Moncer Tahun Ini
Bisnis.com, JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) diyakini dapat melanjutkan kinerja positifnya pada paruh kedua tahun 2021 seiring dengan harga nikel yang tinggi dan proses produksi yang kembali berjalan normal.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu dalam laporannya menyebutkan kinerja INCO hingga paruh pertama tahun ini cukup positif. Laba bersih tercatat tumbuh 3,8 persen secara year on year (yoy) meski terkoreksi secara kuartalan (quarter-on-quarter/qoq). Secara kumulatif, laba bersih INCO naik 10,7 persen yoy menjadi US$58,8 juta pada semester I/2021.
Jumlah ini telah mencapai 61,8 persen dari proyeksi laba yang ditetapkan Samuel Sekuritas Indonesia untuk tahun 2021 dan 45,8 persen dari konsensus. Menurut Dessy, pertumbuhan tersebut didukung harga jual rata-rata (average selling price/ASP) yang masih terjaga level US$13,520 per ton berbanding dengan ASP pada semester I/2020 di kisaran US$9,846 per ton.
“Sedangkan harga jual rata-rata tercatat lebih rendah dibandingkan dengan kuartal I/2021 pada level US$13.912 per ton,” katanya dikutip dari riset, Rabu (1/9/2021). Ia melanjutkan meski ada pelemahan ASP sebesar 5,5 persen secara kuartalan pada kuartal II/2021, INCO masih dapat mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 0,9 persen qoq berkat pertumbuhan volume penjualan sebesar 6,7 persen qoq.
Dessy mengatakan prospek kinerja INCO pada semester II/2021 masih positif. Hal ini seiring dengan proyeksi kenaikan produksi serta level harga nikel yang tetap tinggi hingga 2022 mendatang. Ia masih mempertahankan proyeksi volume penjualan nikel INCO tahun ini sebesar 64.400 ton, dan akan naik 23.6 persen yoy menjadi 79.700 ton pada 2022. Sementara itu, harga nikel pada periode 2021 – 2022 diprediksi akan berada pada level US$18,200 – US$18,800 per ton.
“Penguatan harga nikel akan didukung oleh sentimen baterai kendaraan listrik [electric vehicle/EV] yang kami proyeksi akan mendorong optimisme investor terhadap industri nikel,” jelas Dessy dikutip dari risetnya. Dalam jangka panjang, kerja sama pembangunan smelter dengan TSCO dan Xinhai juga akan berimbas positif untuk produksi nikel perusahaan. Pada 24 Juni lalu, INCO menandatangani perjanjian kerja sama untuk membentuk joint venture (JV) bersama dengan TSCO dan Xinhai. JV tersebut akan membangun smelter nikel di Xinhai Industrial Park, Morowali, Sulawesi Tengah.
Smelter tersebut ditargetkan memproduksi 73.000 ton nikel per tahun. Dengan ekspektasi waktu konstruksi 36 bulan, JV ini diharapkan mulai berkontribusi pada 2024. Seiring dengan hal tersebut, Dessy memproyeksikan INCO akan meraih pendapatan sebesar Rp915 miliar hingga akhir 2021, atau naik dibandingkan dengan pendapatan tahun 2020 sebesar Rp765 miliar.
Sementara itu, laba bersih Vale Indonesia diprediksi menguat dari Rp83 miliar pada 2020 menjadi sebesar Rp134 miliar di akhir tahun ini. Baca Juga : Pendapatan Vale Indonesia (INCO) Naik 15 Persen pada Semester I/2021 Selanjutnya, Samuel Sekuritas Indonesia juga menyematkan rekomendasi beli (buy) dengan target harga Rp6.700. Level ini merefleksikan rasio EV/EBITDA pada 2021 – 2022 sebanyak 8.4 kali - 6.0 kali dengan potensi upside 34.5 persen.
Sebelumnya, berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2021, emiten dengan kode saham INCO membukukan pendapatan senilai US$414,94 juta atau naik 15,14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$360,37 juta. Adapun, pendapatan mengalami pertumbuhan 15,14 persen di sepanjang semester I/2021 menjadi US$58,78 juta dari sebelumnya US$53,12 juta pada semester I/2020. CEO dan Presiden Direktur Vale Indonesia Febriany Eddy memaparkan perseroan mengirimkan 15.845 metrik ton nikel matte dan penjualan sebesar US$208,4 juta pada kuartal II/2021.
“Volume penjualan sekitar 7 persen lebih tinggi pada kuartal II/2021 dibandingkan pada kuartal I/2021, mengimbangi harga realisasi rata-rata yang lebih rendah pada kuartal tersebut,” kata Febriany beberapa waktu lalu. Baca Juga : Vale Indonesia (INCO) Laporkan Penurunan Produksi Nikel pada Semester I/2021 Dia melanjutkan bahwa perseroan juga menyelesaikan kegiatan pemeliharaan kritikal pada kuartal II/2021 yang memungkinkan tingkat produksi tercapai seperti yang diharapkan.
Lebih lanjut, INCO membukukan EBITDA senilai US$72,3 juta pada kuartal II/2021 atau lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya US$88,9 juta. Pelemahan ini terjadi disebabkan oleh biaya yang lebih tinggi dan harga realisasi rata- rata nikel yang lebih rendah. Seiring dengan penurunan EBITDA, laba INCO pada kuartal II/2021 menjadi US$25,1 juta atau turun dari kuartal sebelumnya US$33,7 juta.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Harga Nikel Tinggi, Kinerja Vale Indonesia (INCO) Diproyeksi Moncer Tahun Ini", Klik selengkapnya di sini: https://market.bisnis.com/read/20210901/192/1436856/harga-nikel-tinggi-kinerja-vale-indonesia-inco-diproyeksi-moncer-tahun-ini. Author: Lorenzo Anugrah Mahardhika Editor : Annisa Sulistyo Rini
Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini: Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.