Harita Group Operasikan Pabrik Bahan Baku Baterai Pertama RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Harita Group melalui anak usahanya, PT Halmahera Persada Lygend, sudah resmi mengoperasikan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Smelter HPAL ini memiliki kapasitas produksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebesar 365 ribu ton per tahun dan merupakan bahan baku dasar baterai kendaraan listrik.
Diresmikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, kemarin, Rabu (23/06/2021), smelter HPAL ini menjadi pabrik bahan baku baterai kendaraan listrik pertama yang beroperasi di Indonesia. Proyek ini diperkirakan memakan biaya mencapai lebih dari US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,4 triliun (asumsi kurs Rp 14.400 per US$).
Adapun produknya berupa MHP yaitu campuran padatan hidroksida dari nikel dan cobalt. MHP merupakan produk antara dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Saat ini Harita juga sedang mengembangkan fasilitas produksi lanjutan untuk menghasilkan nikel sulfat dan kobalt sulfat, yang merupakan material utama baterai kendaraan listrik.
"Halmahera Persada Lygend merupakan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah (limonit) dengan teknologi hidrometalurgi yang dikenal dengan High Pressure Acid Leach (HPAL). Konstruksi HPAL dimulai pada Agustus 2018 dan siap berproduksi secara komersial. Ini menjadi pabrik HPAL pertama di Indonesia," jelas Stevi Thomas selaku Komisaris Utama Halmahera Persada Lygend, seperti dikutip dari keterangan resmi perusahaan, Kamis (24/06/2021).
Harita Group merupakan pengelola Kawasan Industri Pulau Obi yang merupakan salah satu bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peraturan Presiden No.109 tahun 2020 tentang Perubahan Perpres No.3 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional.
Dalam acara peresmian tersebut, Menko Luhut mengatakan dengan beroperasinya smelter HPAL ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu menggerakkan industri hilir mineral dan bisa mendukung industri kendaraan listrik nasional ke depannya.
"Kita sangat bangga karena kita semua menjadi saksi sejarah berdirinya HPAL di Indonesia. Indonesia bisa membuktikan dirinya mampu. Ini akan menjadi pengembangan hilirisasi ke depan dan mendukung industri kendaraan listrik. Pemerintah akan mendukung pengembangan HPAL di Indonesia. Industri ini ikut berkontribusi untuk mewujudkan cita-cita dalam upaya penurunan kadar emisi dari penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil," paparnya.
Pemurnian nikel dengan teknologi hidrometalurgi HPAL menurutnya menghasilkan produk yang sangat bermanfaat dalam upaya mengurangi emisi, serta sangat mendukung konservasi mineral, khususnya nikel. Teknologi HPAL mampu mengolah nikel kadar rendah yang selama ini tidak diolah. Kini material nikel kadar rendah di Indonesia telah memiliki nilai tambah dan menjadi produk yang sangat strategis.
"Industri ini harus kita dukung bersama. Halmahera Persada Lygend adalah pabrik pertama bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia dan nantinya akan muncul di wilayah lainnya. Tidak kalah penting, industri ini akan menyerap lebih dari 20 ribu tenaga kerja nantinya. Pembangunan daerah akan lebih cepat. Ini adalah aset bangsa. Kita harus lindungi. Namun, lingkungan juga harus dijaga," jelas Luhut.
Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik mengungkapkan bahwa dengan sumber daya yang dimiliki dan berkembangnya industri nikel di Halmahera Selatan, akan membantu pembangunan daerah. Usman berharap, perkembangan industri ini didorong dengan percepatan pembangunan dan pengembangan industri lainnya, tidak hanya nikel.
Stevi Thomas mengungkapkan, kehadiran pabrik pemurnian nikel kadar rendah pertama di Indonesia ini yang juga sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) akan sangat bermanfaat untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Peresmian ditandai dengan penekanan tombol sirine dan penandatangan prasasti oleh Menteri Luhut. Prosesi ini juga menandai ekspor perdana MHP dari Indonesia. Usai peresmian, para menteri berkeliling pabrik meninjau proses produksi HPAL, seperti ruang kontrol utama dan bagian produksi lainnya.
Peresmian operasional pabrik dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, didampingi oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Investasi/Kepala Badan Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba, Bupati Halmahera Selatan Usman Sidik, serta sejumlah pejabat lainnya.
Harita Group memiliki dua Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan beberapa smelter di Pulau Obi. Melalui afiliasi Megah Surya Pertiwi (MSP), Harita mengoperasikan smelter feronikel dengan teknologi RKEF yang mengolah bijih nikel kadar tinggi sejak 2016. Material bijih nikel merupakan berasal dari tambang yang dioperasikan Trimegah Bangun Persada dan Gane Permai Sentosa.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.