Hilirisasi Tambang dan Cita-Cita RI Jadi Raja Baterai
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mendorong sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba) untuk tidak menjual barang mentah saja, namun sudah diolah menjadi barang setengah jadi ataupun barang jadi melalui peningkatan nilai tambah atau hilirisasi.
Sampai dengan 2024 pemerintah menargetkan akan ada 53 fasilitas pengolahan dan pemurnian hasil tambang atau smelter beroperasi, terdiri dari 4 smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 2 smelter mangan, dan 2 smelter timbal & seng.
Namun hingga 2020 Indonesia baru memiliki 19 smelter yang beroperasi dan pada tahun ini ditargetkan akan bertambah 4 smelter, sehingga totalnya akan naik menjadi 23 smelter.
Pengusaha wajib meningkatkan nilai tambah dari hasil tambang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Ini juga menjadi syarat perpanjangan operasional tambang dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Bukan tanpa alasan, dengan membangun smelter, maka akan banyak efek berganda yang didapatkan. Mulai dari mendorong industri di dalam negeri, mendorong perekonomian daerah, sampai dengan penyerapan tenaga kerja.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, di sektor pertambangan setidaknya ada empat pekerjaan rumah (PR) yang harus dirampungkan tahun ini.
Pertama, mengupayakan agar sumber daya mineral dan batu bara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dalam negeri. Untuk mencapai ini menurutnya bukan hal yang mudah, pandemi Covid-19 membuatnya kian sulit. Meski demikian, sektor pertambangan bakal memiliki andil di dalam memulihkan perekonomian nasional.
"Saat ini kami berpikir dalam dua perspektif, jangka pendek dan panjang. Kita usaha keras agar bisnis ini lancar. PR kita, pemerintah berusaha keras agar sumber daya membawa manfaat sebesar-besarnya," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
Tantangan kedua adalah membuka lapangan kerja yang seluas-luasnya di sektor pertambangan salah satunya melalui hilirisasi.
"Jika kita bangun infrastruktur pemurnian dan pengolahan, kita akan bukan lapangan kerja," ujarnya.
Ketiga, memastikan bagaimana produk-produk pendukung di dalam negeri terlibat dalam prosesnya. Dan terakhir, memastikan kegiatan usaha pertambangan ini tidak melanggar kaidah lingkungan.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.