Indeks Manufaktur China Kontraksi, Harga Bijih Besi Melemah
Bisnis.com, JAKARTA – Harga bijih besi terkoreksi seiring dengan data manufaktur yang mengarah pada perlambatan pemulihan ekonomi. Sementara itu, China mengukuhkan rencana awalnya untuk membatasi produksi baja yang berpotensi mengurangi permintaan dari negara tersebut. Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (2/3/2020), harga bijih besi berjangka di Singapura sempat turun hingga 2,8 persen ke level US$168,55 per ton hingga pukul 12.22 waktu setempat. Sedangkan harga bijih besi di Dalian Commodity Exchange (DCE) terkoreksi 1,1 persen ke US$1.125 per ton. Salah satu penyebab turunnya harga bijih besi adalah rilis data manufaktur China yang menurun. Data dari Biro Statistik Nasional China mencatat, Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Negeri Panda itu anjlok ke level terendahnya dalam 9 bulan terakhir. Baca Juga : Produksi Vale Meleset, Harga Bijih Besi Rebound Sementara itu, indeks manufaktur pada industri baja mencatatkan pemulihan ke level 48,6 pada Februari 2021 dari sebelumnya 44,3. Meski demikian, level tersebut masih dibawah 50 yang menunjukkan ekspansi. Di sisi lain, China berencana untuk melakukan pemangkasan signifikan untuk produksi bajanya pada tahun ini. Menteri Industri dan Teknologi Informasi China, Xiao Yaqing mengatakan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membatasi kapasitas smelter di China. Adapun, China merupakan produsen baja utama dunia yang mencakup 50 persen dari output dunia. Pada tahun lalu, pabrik pengolahan bijih besi di China mencatatkan produksi baja tertinggi. Baca Juga : Proyek Hilir Emiten Tambang Bikin Kinerja Berkembang, Ini Rekomendasi Saham PTBA hingga MDKA Sepanjang Februari lalu, harga komoditas yang menjadi bahan baku pembuatan baja ini menguat 11 persen seiring dengan optimisme kenaikan permintaan dari China seusai perayaan imlek. Jumlah stok bijih besi pada pelabuhan-pelabuhan di China juga terpantau turun 0,5 persen ke 126,5 juta ton pekan lalu, yang mengindikasikan kenaikan konsumsi. Sementara itu, perusahaan produsen bijih besi terbesar di dunia, Vale SA, mengatakan tambang-tambangnya di Brasil mulai kembali beroperasi setelah adanya gangguan akibat hujan besar Desember lalu. Vale juga optimistis dapat memenuhi target produksinya tahun ini.
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul "Indeks Manufaktur China Kontraksi, Harga Bijih Besi Melemah", Klik selengkapnya di sini: https://market.bisnis.com/read/20210302/94/1362690/indeks-manufaktur-china-kontraksi-harga-bijih-besi-melemah. Author: Lorenzo Anugrah Mahardhika Editor : Hafiyyan
Download aplikasi Bisnis.com terbaru untuk akses lebih cepat dan nyaman di sini: Android: http://bit.ly/AppsBisniscomPS iOS: http://bit.ly/AppsBisniscomIOS
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.