a a a a a
News Update PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar
News

PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar

PKP2B jadi IUPK, risiko dari beban perpajakan semakin besar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan status dari Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Kelanjutan Operasi membawa konsekuensi adanya peningkatan penerimaan negara.

Rezim perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk IUPK eks PKP2B pun bakal berubah. Selain terjadi kenaikan tarif pada sejumlah komponen pajak dan PNBP, perubahan ini pun membawa risiko beban perpajakan yang lebih tinggi.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan, dalam rezim Kontrak Karya (KK) dan PKP2B, sepanjang kontrak 30 tahun rezim perpajakan memakai skema nail down. Artinya, tarif dan jenis pajaknya tetap sejak KK/PKP2B ditandatangani sampai masa kontrak berakhir.

Saat masa KK/PKP2B berakhir dan diperpanjang menjadi IUPK Kelanjutan Operasi, rezim perpajakan berubah mengikuti ketentuan yang berlaku secara umum atau prevailing laws. Syarat adanya peningkatan penerimaan negara yang lebih tinggi juga telah dikunci dalam renegosiasi PKP2B sebagaimana Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Secara umum aspek peningkatan penerimaan negara sebenarnya sudah terpenuhi, tertutupi dengan hasil renegosiasi PKP2B sesuai dengan amanat UU 4/2009 dan perubahannya yang keseluruhan prosesnya sudah selesai akhir tahun 2017," jelas Hendra kepada Kontan.co.id, Rabu (10/2).

Baca Juga: APBI Mengusulkan Royalti Batubara PKB2B Maksimal 20%

Ketika status PKP2B berganti IUPK, secara umum skema pajak nail down pun berakhir. Ada sejumlah penyesuaian pada komponen penerimaan negara.

Sebagai gambaran, akan ada penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang semula 45% menjadi sesuai prevailing laws sebagaimana peraturan yang berlaku secara umum, yaitu 22% untuk tahun 2021 dan menjadi 20% mulai tahun 2022.

"Tentu komponen penurunan tarif PPh Badan ini berdampak menurunkan penerimaan negara," kata Hendra.

Namun, kenaikan terjadi pada komponen penerimaan negara yang lainnya. Misalnya, dalam UU Minerba UU No. 4 2009 maupun yang terbaru UU No. 3 Tahun 2020, terdapat pengenaan pajak baru dengan total 10% dari laba setelah pajak. Terdiri dari 4% PNBP (pusat) dan 6% penerimaan daerah.

"Ini jenis pungutan baru yang akan meningkatkan penerimaan negara," ujar Hendra.

Lalu, ada perubahan beban PBB pertambangan yang semula lumpsum menjadi sesuai prevailing laws, yang mana berdampak pada kenaikan 3-5 kali beban sebelumnya, sehingga meningkatkan penerimaan negara.

Selanjutnya, ada juga Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) yang semula dapat dikompensasi dengan dana hasil produksi batubara (DHPB)/royalti, menjadi tidak dapat dikompensasikan. Dengan begitu, komponen ini pun meningkatkan penerimaan negara.

Dari sisi royalti pun terjadi kenaikan tarif. Dalam informasi yang diterima APBI, sempat ada wacana tarif royalti akan berubah dari sebelumnya 13,5% menjadi 15% atau 22%, 24%, bahkan hingga 26%. Tarif royalti itu dikenakan atas penerimaan kotor (gross revenue) perusahaan.

Namun, pelaku usaha pun mengusulkan tarif royalti progresif dengan mengacu pada index Harga Batubara Acuan (HBA). Ada empat rentang yang diusulkan. Pertama, jika harga di bawah US$ 70 per ton maka tarif royalti yang dikenakan untuk domestik sebesar 14%, begitu juga untuk ekspor.

Kedua, jika harga dalam rentang US$ 70-US$ 80 per ton, maka royalti untuk domestik diusulkan 14%, dan 16% untuk ekspor. Ketiga, saat harga US$ 80-US$ 90 per ton, royaltinya 14% untuk domestik dan 18% untuk ekspor.

Keempat, jika harga di atas US$ 90 per ton maka royalti untuk domestik dikenakan 14% dan 20% untuk ekspor. Artinya, tarif untuk pasokan domestik diusulkan flat di angka 14%, sedangkan untuk ekspor berjenjang sesuai harga hingga dari 14% hingga 20%.

Baca Juga: Garap smelter tembaga, Amman Mineral Nusa Tenggara terbuka jika ada opsi kerjasama

Menurut Hendra, dengan simulasi tersebut akan ada peningkatan penerimaan negara sekitar 4%-7% dari IUPK hasil perpanjangan operasi PKP2B. Dibandingkan tarif royalti PKP2B sekarang yang sebesar 13,5%.

"Ya, itu kami punya simulasi internal. Pemerintah juga punya hitungan dan simulasinya. Pemerintah yang punya wewenang untuk memutuskan," ungkap Hendra.

Simulasi tersebut sudah mempertimbangkan tingkat produksi, stripping ratio, maupun karakteristik masing-masing tambang. "Makanya hasil simulasi ada range. Misal dari perusahaan ini hasil simulasi dengan tarif begini kenaikan penerimaan negara 4%, yang itu bisa 6%-7% dengan asumsi tersebut," terangnya.

Secara umum, sambung Hendra, dengan konversi PKP2B menjadi IUPK, maka aspek kepastian perpajakan (tax stability) yang selama ini terproteksi dalam rezim PKP2B menjadi hilang.

Sehinga, Hendra bilang bahwa faktor risiko (uncertainty) dari beban-beban perpajakan seperti PNBP dari berbagai sektor dan pajak serta retribusi daerah yang sering berubah, kedepannya akan semakin besar.

Padahal, salah satu pertimbangan utama dari para investor khususnya di sektor pertambangan adalah adanya faktor kepastian, termasuk stabilitas perpajakan.

"Mengingat sektor pertambangan karakteristiknya berisiko tinggi dan jangka panjang serta rentan dengan perubahan risiko kebijakan atau politik," pungkas Hendra.

Latest News

PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun PLN Siap Pasok Smelter Antam Hingga 30 Tahun
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke DepanPLN Pasok Listrik ke Pabrik Smelter Antam Selama 30 Tahun ke Depan
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Smelter Feronikel Baru Antam ANTM di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLNSmelter Feronikel Baru Antam (ANTM) di Halmahera Timur Bakal Dipasok Listrik dari PLN
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.
Member PT Hengtai Yuan
Member PT Indotama Ferro Alloys
Member PT Smelting
Member PT Bintang Smelter Indonesia
Member PT Meratus Jaya Iron  Steel
Member PT Cahaya Modern Metal Industri
Member PT Delta Prima Steel
Member PT karyatama Konawe Utara
Member PT Refined Bangka Tin
Member PT Central Omega Resources Indonesia
Member PT Kasmaji Inti Utama
Member PT Monokem Surya
Member PT Tinindo Internusa
Member PT Macika Mineral Industri
Member PT Indra Eramulti Logam Industri
Member PT Indonesia Weda Bay Industrial Park
Member PT AMMAN MINERAL INDUSTRI AMIN
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
Switch to Desktop Version
Copyright © 2015 - AP3I.or.id All Rights Reserved.
Jasa Pembuatan Website by IKT