Progress Pembangunan Smelter Freeport Baru 6 Persen, BUMN Diminta Ambil Alih
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Ridwan Hisjam menyoroti masih lambatnya progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur. Pasalnya, sudah hampir empat tahun lamanya hingga kini progress pembangunan smelter hanya di kisaran 6 persen.
"Padahal sudah sekian tahun sejak (revisi) UU Minerba yang pertama," ujar Ridwan seperti dikutip dari laman resmi DPR, Ahad, 31 Januari 2021. Oleh karena itu, ia mengusulkan supaya Badan Usaha Milik Negara mengambil alih pembangunan smelter tersebut.
Dari pengamatannya, kata Ridwan, sejak Undang-Undang Minerba dibuat tahun 1999 dan sudah 2 kali dilakukan perubahan, pembangunan smelter ini sulit untuk direalisasikan oleh perusahaan penambang. "Karena nilai investasi untuk pembangunannya sangat besar;" ucapnya
"Saya tanya perwakilan Freeport, (biayanya) kurang lebih Rp 52 triliun. Sehingga saya sudah dua kali menyampaikan bahwa smelter ini harus dikerjakan atau dimiliki BUMN."
VDO.AI
Lebih jauh, politikus Golkar ini menyebutkan, smelter ini bisa digarap oleh holding BUMN. Sehingga nantinya hasil konsentrat produksi dari perusahaan-perusahaan penambang akan diwajibkan melewati smelter ini.
Karena tempatnya di Gresik, hasil konsentrat tambangnya bisa diambil dari Nusa Tenggara Barat, Papua, Maluku maupun Sulawesi.
Ridwan mengaku telah tiga kali meninjau tempat pembangunan smelter Freeport di Gresik dan melihat langsung progresnya masih sangat minim. "Mohon maaf, kondisi ini justru jadi permainan antar pejabat dengan pengusaha agar bisa diatur supaya tidak melanggar UU,” katanya.
Ia pun menyebutkan, meski proyek tersebut terbilang tidak ekonomis, smelter harus tetap dibangun untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang di Indonesia. “Karena kalau tidak ada smelter, hasil tambang berupa tanah itu diangkut saja keluar, isinya apa saja tidak tahu," ujarnya.
Lain halnya, kata Ridwan, jika barang tambang harus melewati proses pemurnian di smelter, akan ada tercipta nilai tambah produksi di dalam negeri. Sehingga nilai jualnya bisa lebih tinggi."
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas sebelumnya menyatakan pihaknya tengah dalam tahap pembicaraan dengan perusahaan asal Cina, Tsingshan Steel, untuk membangun smelter tembaga di Weda Bay, Halmahera. Rencana kerja sama ini merupakan salah satu opsi yang sedang dibahas dengan pemerintah dalam rangka memenuhi kewajiban program hilirisasi Freeport.
"Kami mau tahu metodenya seperti apa, kapasitasnya berapa, jadwal pembangunan kapan selesainya. Masih pembicaraan, belum ada kesepakatan apapun," ujar Tony dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 7 Desember 2020.
Saat ini Freeport tengah membangun smelter tembaga baru di kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, sebagai kesepakatan perpanjangan operasi dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Proyek dengan kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun ini diperkirakan menelan biaya investasi senilai US$ 3 miliar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.