RI Diuntungkan Harga Batu Bara Pecah Rekor, tapi Ada Ancaman Lingkungan
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman mengatakan kenaikan harga batu bara memberikan angin segar bagi industri energi di Indonesia. Namun pada saat yang sama, melonjaknya harga komoditas dianggap perlu diwaspadai karena memiliki efek ancaman kerusakan lingkungan bila produksi dilakukan secara masif dan tak terkontrol.
“Hanya memang produksi perlu dikontrol, jangan karena harga batu bara melonjak, produksi tak dikontrol yang tentu akan berefek pada kerusakan lingkungan,” ujar Ferdy saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 September 2021.
Menyitir data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, pada 2020 terdapat 45 konflik tambang dan mengakibatkan 714.692 hektare lahan mengalami kerusakan lingkungan. Dari sebanyak 45 konflik pertambangan itu, 22 kasus di antaranya adalah pencemaran lingkungan. Ads by Kiosked
Adapun harga batu bara sebelumnya tercatat menembus rekor tertinggi mencapai US$ 206,25 per metrix. Kenaikan harga komoditas itu, kata Ferdy, menjadi titik balik bagi kinerja sektor energi yang sempat terpukul di masa pandemi Covid-19.
Menurut Ferdy, kondisi ini merupakan berkah karena pada awal mula krisis pandemi Maret hingga Desember 2020 lalu, harga batu bara tertekan di bawah US$ 50. Perlahan tetapi pasti, kata dia, harga batu bara terus tumbuh dan dalam lima bulan terakir mengalami kenaikan cukup tinggi.
Ferdy mengungkapkan, analis dunia memproyeksikan dalam dua atau tiga bulan ke depan, harga batu bara akan terus naik. “Untuk Indonesia ini sangat positif karena kita termasuk negara penghasil dan produsen batubara, seperti PT Adaro Indonesia, PT Bayan Resources, PT Indika Energy dan seterusnya yang punya kontribusi besar terhadap penerimaan negara selama bertahun-tahun,” ujar Ferdy.
Di sisi lain, jika dilihat harga saat ini, sektor industri batu bara akan menjadi salah satu penopang ekspor pada kuartal IV 2021. Tak hanya batu bara, kenaikan harga juga terjadi untuk komoditas lain seperti timah record yang mencapai US$ 35 ribu dan nikel yang menembus US$ 18 ribu.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.