Sstt.. Pemerintah Rencanakan Moratorium Smelter Nikel Baru!
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana melakukan moratorium pembangunan smelter nikel baru.
Hal ini terungkap di dalam bahan paparan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (28/09/2021).
Paparan tersebut menyebut bahwa mengenai wacana pelarangan ekspor nikel kadar di bawah 30%, jika ingin melakukan konversi cadangan, sebaiknya melakukan moratorium bagi pembangunan smelter yang baru.
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia sempat menyinggung bahwa pemerintah terus mendorong hilirisasi nikel, sehingga ke depannya akan diatur bahwa yang diizinkan untuk diekspor yang memiliki kandungan logam nikel di atas 70%.
"Terkait wacana pelarangan ekspor nikel <30%, jika ingin melakukan konservasi cadangan bijih nikel sebaiknya kita melakukan moratorium bagi pembangunan smelter yang baru," kutip bahan paparan Dirjen Minerba di Komisi VII DPR, Selasa (28/09/2021).
Moratorium ini diusulkan tidak berlaku bagi smelter-smelter nikel yang sudah terlanjur dibangun ataupun sedang proses pembangunan.
"Kecuali yang sudah terlanjur dibangun atau sedang dibangun," tulis bahan paparan tersebut.
Usulan moratorium ini bukan lah kali pertama digaungkan. Pada beberapa bulan lalu Kementerian ESDM juga sempat mengusulkan pembatasan pembangunan smelter nikel baru kelas dua yakni untuk smelter feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI).
Namun di sisi lain, pemerintah tengah menargetkan 53 smelter, di mana 30 smelter di antaranya merupakan smelter nikel, akan beroperasi pada 2024.
Mengenai usulan pembatasan smelter feronikel dan NPI ini, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS Mulyanto mengaku sudah berdiskusi dengan pemerintah.
Dia mengatakan, pembatasan smelter nikel kelas dua ini masih pada tahap usulan dan pematangan konsep. Sampai saat ini belum keluar peraturan kementerian resminya, sehingga belum ada legalitas untuk dieksekusi.
"Tadi saya diskusi dengan Dirjen Minerba, terkait kapan pembatasan smelter nikel kelas dua akan diimplementasikan, dan bentuk pembatasannya seperti apa konkretnya," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/06/2021).
Mulyanto menyebut, karena peraturannya saja belum keluar, maka langkah konkret dari pembatasan ini masih butuh waktu. Bentuk dari pembatasan pembangunan smelter ini pun menurutnya juga belum didefinisikan.
"Langkah konkret pembatasan ini, baik waktu maupun bentuknya, belum didefinisikan," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini belum ada rencana dan jadwal untuk penutupan smelter kelas dua, ataupun mewajibkan smelter kelas dua ini diubah menjadi smelter kelas satu. Pun demikian pada pembatasan izin pendirian pabrik smelter kelas dua.
"Jadi sekarang masih status quo. Jadi masih usulan mentah. Sayangnya, kenapa dibawa ke komisi VII DPR RI," ungkapnya.
Kementerian ESDM menargetkan sampai dengan tahun 2024 mendatang akan ada 53 fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) beroperasi, di mana 30 diantaranya merupakan smelter nikel.
Sampai tahun 2020, ada 19 smelter telah beroperasi, di mana 13 di antaranya merupakan smelter nikel. Lalu, bagaimana nasib tambahan 17 smelter nikel baru hingga 2024?
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM Sugeng Mujiyanto pun angkat bicara soal wacana pembatasan smelter ini.
Dia mengatakan, target pembangunan 30 smelter nikel hingga 2024 akan tetap dilanjutkan. Menurutnya, target 30 smelter tersebut sudah termasuk dalam perhitungan Kementerian ESDM sebelum nantinya ada pembatasan proyek baru.
"Hitungan berdasar rencana yang sudah ada, yang 30 kan sudah direncanakan," kata Sugeng kepada CNBC Indonesia, Rabu (23/06/2021).
Artinya, menurutnya pembatasan pembangunan smelter nikel kelas dua yakni untuk FeNi dan NPI akan dilakukan setelah 30 smelter ini terbangun.
"Kira-kira begitu," ucapnya saat ditanya apakah pembatasan dilakukan setelah target 30 smelter nikel terbangun.
Seperti diketahui, wacana pembatasan smelter ini ditujukan karena beberapa alasan antara lain nilai tambah, mengamankan bahan baku untuk pabrik sel baterai, dan menjaga ketahanan cadangan bijih nikel.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.