JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, audit fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) timah di Bangka Belitung dan Kepulauan Riau jauh dari yang diharapkan. Pasalnya, hasil audit masih belum mampu mengindentifikasi bahan baku industri timah tersebut.
Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM, Mochtar Husein mengatakan, audit smelter timah yang dilakukan pada awal bulan Maret lalu, belum bisa ungkap asal bahan baku dan produksi.
Mochtar mengatakan, ada 47 smelter di wilayah Bangka Belitung. Namun hanya 29 smelter yang aktif berproduksi. Karena itu, pihaknya kesulitan mendapatkan data produksi dan cadangan timah dari pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang memasok bahan baku ke smelter tersebut.
"Ada batasan-batasan yang kami alami. Pertama karena tidak melibatkan Kementerian Perindustrian ada data terkait perizinan smelter yang tidak kami peroleh. Kedua dengan Pemda, kami tidak bisa leluasa masuk ke smelter," terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (17/5).
Untuk itu, Kementerian ESDM berusaha mendapatkan data bahan baku dan produksi timah dari Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI/ICDX). Pasalnya, semua industri timah yang ada saat ini bahan bakunya harus dari timah batangan. Namun lagi-lagi pihaknya pun sulit mendapatkan data tersebut.
"Ini titik krusial. Kami tidak bisa telusuri bahan baku dari mana. Hanya timah batangan yang sumbernya dari ICDX yang bisa dipakai untuk timah industri," tandasnya.