JAKARTA - Pengamat energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menilai, Pemerintah seharusnya menugaskan segera Konsorsium BUMN tambang ( PT Inalum ,PT Antam , PT Bukit Asam dan PT Timah ) bersama PT Perokimia Gresik dan PT Semen Gresik untuk membangun smelter menampung konsentrat dari tambang PT Freeport Indonesia (FI ) maupun dari tambang lainnya di seluruh Indonesia.
Hal ini didasarkan pertimbangan demi kedaulatan negara dan kepentingan nasional sesuai pesan konstitusi UUD 1945 pasal 33 bahwa semuan sumber daya alam haruslah dikuasai oleh Negara dan dikelola agar bermanfaat untuk memakmurkan rakyat ,
“Apakah kita masih harus terus belajar kepada negara kecil tetangga kita Singapore yang tidak mempunyai sumber migasnya , akan tetapi sejak lama mereka membangun kilang minyak dengan kapasitas 1,5 juta barel perhari dan negara kitapun sampai saat ini sangat tergantung disuplai dari negara tersbut,” kata Yusri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (21/3).
Menurutnya pembangunan smelter lebih menguntungkan. Sebelumnya, ada gerakan konsorsium BUMN tambang siap membeli semua sisa saham divestasi untuk mencapai penguasaan 51% akan terkendala , pasalnya pihak PT FI pada awal tahun 2016 telah menawarkan kepada Pemeritnah Indonesia sebanyak 10, 64 % dengan harga US$ 1, 7 miliar , sementara menurut Kementerian ESDM sesuai Permen ESDM nomor 27 tahun 2017 dengan skema replacement cost harga yang wajar adalah US$ 630 juta.
“Tentu sulit diperoleh kespakatan harga yang wajar dilandasi tidak adanya itikad baik oleh PT FI hampir dalam segala hal , sehingga daripada buang waktu dan Negara dirugikan lolosnya terus ekspor konsentrat , apalagi sudah 4 tahun PT FI tidak membayarkan devidennya kepada Pemerintah atas saham miliknya 9, 36 %,” urainya.
Dia mengatakan, jika melihat perdebatan ahli hukum diberbagai forum soal keberadaan Kontrak Karya yang induknya adalah UU nmr 1 tahun 1967 tentang Pokok Pokok Pertambangan Umum terhadap UU Minerba tentu muncul multitafsir dari masing masing ahli dengan perspektifnya , padahal selain soal dimensi hukum kontrak keperdaan , masih ada dimensi sosial ekonomi pekerja dan masyarakat , dimensi kedaulatan negara , dimensi geopolitik terkait adanya gerakan separatis dan dimensi lingkungan hidup secara peraturan perundang undangan yang harus dipertimbangkan.
Kemudian kalau pemegang Kontrak Karya seperti PT Vale ( ex Inco ) dan PT Amman Mineral Sumbawa (ex Newmont ) patuh mengikutin isi UU Minerba dan sdh mulai membangun serta berkomitmen membangun smelter dan telah memenuhi kewajiban divestasinya sesuai isi kontrak Karya pasal 10 ayat 5 dan pasal 24 , dan pasal 13 soal royalti dan pajak pajak diangap tetap .
Dia mencontohkan ketidak adilannya PT FI masih membayar royalti emas 1% sementara BUMN PT Antam membayarnya 3, 75% , maka sesungguhnya UUMinerba itu lebih kepada penegaskan dari isi kontrak karya juga , bukanlah suatu penyimpanganya. Ternyata sampai saat ini ada sekitar 28 pemegang IUP sudah membangun smelter dan bahkan banyak yang sudah beroperasi , hal ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa PT FI tidak punya itikat baik membangun smelter. (is)