a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Wow! Antam Disebut Siap Tambah Saham Weda Bay Nickel Rp 4,4 T

Wow! Antam Disebut Siap Tambah Saham Weda Bay Nickel Rp 4,4 T
Jakarta, CNBC Indonesia - Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten BUMN tambang mineral, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam dikabarkan berencana menambah porsi kepemilikan saham pada PT Weda Bay Nickel menjadi 40% dari sebelumnya 10%.
Sejumlah sumber Bloomberg menyatakan rencana penambahan ini diprediksi mencapai US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,41 triliun.

Saat ini, perusahaan tambang asal Perancis, Eramet Group bersama perusahaan baja asal China, Tsingshan Holding Group Co menguasai 90% saham Weda Bay, dan sisa 10% dimiliki Antam. Situs resmi Eramet mencatat, dalam patungan itu, Eramet memiliki 43% saham, sementara Tsingshan memiliki 57%.

"Emiten tambang milik negara Indonesia Antam sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan kepemilikannya di Weda Bay Nickel, pemilik salah satu deposit mineral terbesar di dunia," kata orang-orang yang mengetahui informasi tersebut, dikutip Bloomberg, Senin (26/10/2020).

"Antam juga menghubungi bank investasi untuk membahas potensi pembelian saham dari raksasa baja tahan karat China Tsingshan, salah satu pemegang proyek tersebut bersama Eramet SA Prancis," kata sumber tersebut.

Situs Eramet mencatat, Weda Bay Nickel merupakan pemilik proyek pemurnian bijih nikel dengan teknologi pirometalurgi. Pabriknya berlokasi di kawasan industri Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Weda Bay Nickel memulai operasi penambangannya pada Oktober 2019 dan memiliki sebanyak 9,3 juta ton konten nikel dan diharapkan menghasilkan 30.000 metrik ton per tahun mulai tahun depan.

Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2020, Antam memiliki beberapa entitas patungan di antaranya Weda Bay Nickel (10%), PT Antam Niterra Haltim (30%), PT Sorikmas Mining 25%, PT Galuh Cempaka 20%, PT Gorontalo Minerals 20%, dan PT Sumbawa MInerals 20%.

CNBC Indonesia sudah menghubungi SVP Corporate Secretary Antam Kunto Hendrapawoko untuk meminta tanggapan. Dia menegaskan, berkaitan dengan informasi fakta material akan diinformasikan oleh Antam dengan melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan ketentuan yang ada bagi perusahaan terbuka.

"Pada prinsipnya, kami akan terus berfokus pada ekspansi pengolahan mineral ke hilir yang memberikan nilai tambah yang positif serta perluasan basis cadangan dan sumber daya," katanya, dalam surat elektronik kepada CNBC Indonesia, Senin (26/10).

"Hingga tahun 2019 tercatat posisi cadangan bijih nikel Antam sebesar 353,74 juta wmt (wet metrik ton) dengan sumber daya bijih nikel mencapai sebesar 1,36 miliar wmt."

"Potensi cadangan dan sumberdaya mineral nikel tersebut menjadi salah satu kekuatan dalam mengembangkan skala bisnis perusahaan melalui hilirisasi mineral nikel guna menciptakan nilai tambah produk nikel Antam serta meningkatkan kontribusi yang positif bagi negara dan masyarakat," katanya.

"Perusahaan juga terbuka dalam menjalin kemitraan dengan partner strategis berdasarkan profitabilitas menguntungkan dalam mengembangkan proyek-proyek hilirisasi, baik nasional maupun internasional terutama mitra kerja yang memiliki akses terhadap teknologi dan pendanaan untuk mengembangkan produksi mineral olahan baru dari cadangan yang yang dimiliki perusahaan."

Dia menegaskan, Antam berfokus pada pengembangan bisnis untuk meningkatkan laba dan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) perusahaan, serta tetap berupaya menurunkan lebih lanjut cash cost, meningkatkan daya saing biaya, dan peningkatan kinerja bisnis inti untuk meningkatkan revenue.

Di sisi lain, sumber Bloomberg menyatakan, negosiasi sedang dalam tahap awal dan belum ada keputusan akhir yang dibuat soal berapa banyak saham yang dapat didivestasi Tsingshan.

Seorang juru bicara Tsingshan juga tidak menanggapi panggilan dan pesan WeChat oleh Bloomberg pekan lalu.

Data perdagangan mencatat saham ANTM minus 0,46% di posisi Rp 1.080/saham pada Senin (26/10), pukul 11.06 WIB. Dalam 5 hari perdagangan terakhir, saham ANTM naik 2,37% dan sebulan terakhir melesat 49%..
Sejumlah sumber Bloomberg menyatakan rencana penambahan ini diprediksi mencapai US$ 300 juta atau setara dengan Rp 4,41 triliun.

Saat ini, perusahaan tambang asal Perancis, Eramet Group bersama perusahaan baja asal China, Tsingshan Holding Group Co menguasai 90% saham Weda Bay, dan sisa 10% dimiliki Antam. Situs resmi Eramet mencatat, dalam patungan itu, Eramet memiliki 43% saham, sementara Tsingshan memiliki 57%.

"Emiten tambang milik negara Indonesia Antam sedang mempertimbangkan untuk meningkatkan kepemilikannya di Weda Bay Nickel, pemilik salah satu deposit mineral terbesar di dunia," kata orang-orang yang mengetahui informasi tersebut, dikutip Bloomberg, Senin (26/10/2020).

"Antam juga menghubungi bank investasi untuk membahas potensi pembelian saham dari raksasa baja tahan karat China Tsingshan, salah satu pemegang proyek tersebut bersama Eramet SA Prancis," kata sumber tersebut.

Situs Eramet mencatat, Weda Bay Nickel merupakan pemilik proyek pemurnian bijih nikel dengan teknologi pirometalurgi. Pabriknya berlokasi di kawasan industri Weda Bay, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Weda Bay Nickel memulai operasi penambangannya pada Oktober 2019 dan memiliki sebanyak 9,3 juta ton konten nikel dan diharapkan menghasilkan 30.000 metrik ton per tahun mulai tahun depan.

Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2020, Antam memiliki beberapa entitas patungan di antaranya Weda Bay Nickel (10%), PT Antam Niterra Haltim (30%), PT Sorikmas Mining 25%, PT Galuh Cempaka 20%, PT Gorontalo Minerals 20%, dan PT Sumbawa MInerals 20%.

CNBC Indonesia sudah menghubungi SVP Corporate Secretary Antam Kunto Hendrapawoko untuk meminta tanggapan. Dia menegaskan, berkaitan dengan informasi fakta material akan diinformasikan oleh Antam dengan melakukan keterbukaan informasi sesuai dengan ketentuan yang ada bagi perusahaan terbuka.

"Pada prinsipnya, kami akan terus berfokus pada ekspansi pengolahan mineral ke hilir yang memberikan nilai tambah yang positif serta perluasan basis cadangan dan sumber daya," katanya, dalam surat elektronik kepada CNBC Indonesia, Senin (26/10).

"Hingga tahun 2019 tercatat posisi cadangan bijih nikel Antam sebesar 353,74 juta wmt (wet metrik ton) dengan sumber daya bijih nikel mencapai sebesar 1,36 miliar wmt."

"Potensi cadangan dan sumberdaya mineral nikel tersebut menjadi salah satu kekuatan dalam mengembangkan skala bisnis perusahaan melalui hilirisasi mineral nikel guna menciptakan nilai tambah produk nikel Antam serta meningkatkan kontribusi yang positif bagi negara dan masyarakat," katanya.

"Perusahaan juga terbuka dalam menjalin kemitraan dengan partner strategis berdasarkan profitabilitas menguntungkan dalam mengembangkan proyek-proyek hilirisasi, baik nasional maupun internasional terutama mitra kerja yang memiliki akses terhadap teknologi dan pendanaan untuk mengembangkan produksi mineral olahan baru dari cadangan yang yang dimiliki perusahaan."

Dia menegaskan, Antam berfokus pada pengembangan bisnis untuk meningkatkan laba dan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi) perusahaan, serta tetap berupaya menurunkan lebih lanjut cash cost, meningkatkan daya saing biaya, dan peningkatan kinerja bisnis inti untuk meningkatkan revenue.

Di sisi lain, sumber Bloomberg menyatakan, negosiasi sedang dalam tahap awal dan belum ada keputusan akhir yang dibuat soal berapa banyak saham yang dapat didivestasi Tsingshan.

Seorang juru bicara Tsingshan juga tidak menanggapi panggilan dan pesan WeChat oleh Bloomberg pekan lalu.

Data perdagangan mencatat saham ANTM minus 0,46% di posisi Rp 1.080/saham pada Senin (26/10), pukul 11.06 WIB. Dalam 5 hari perdagangan terakhir, saham ANTM naik 2,37% dan sebulan terakhir melesat 49%.