Harga Tembaga Makin Membumi, The Fed Jadi Biang Keladi
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga tembaga terpantau melemah seiring dengan penguatan dolar. Investor pun cenderung menunggu dan melihat situasi pasar sebelum pertemuan The Fed minggu depan.
Kemarin harga tembaga dunia ditutup di US$ 9.676/ton. Melemah 0,57% dibandingkan harga penutupan hari sebelumnya.
Indeks dolar AS terus menanjak meninggalkan posisi terendah sejak November tahun lalu di US$ 95,11. Saat ini nilai tukar Paman Sam itu berada di level US$ 95,66. Tembaga yang diperdagangkan dengan dolar akan tertekan karena jadi lebih mahal dibanding mata uang lain. Permintaan akan turun, begitu juga dengan harga.
Saat ini perhatian investor tertuju pada pertemuan Federal Reserve (The Fed) minggu depan untuk mendapatkan sinyal mengenai jadwal kenaikan suku bunga. Para investor menanti sinyal kenaikan suku bunga saat pertemuan yang diagendakan pada 25-26 Januari mendatang.
Baca: Ada 'Kebakaran'! Rupiah Terjebak di Tengah-tengah
Beberapa pembuat kebijakan The Fed mulai memberi kode kapan era suku bunga 0% akan ditinggalkan. Gubernur Fed Lael Brainard, pada hari Kamis, memberi sinyal era suku bunga nol akan segera berakhir setelah dua tahun terguncang pandemi.
"Kami akan berada dalam posisi untuk melakukan itu (menaikkan suku bunga) segera setelah pembelian kami dihentikan," katanya.
"Perkiraan saya adalah bahwa kami akan memiliki kenaikan 25 basis poin pada bulan Maret kecuali ada perubahan dalam data," kata Presiden Fed Philadelphia Patrick Harker pada acara virtual yang diselenggarakan oleh Philadelphia Business Journal pada hari Kamis.
"Mengangkat (suku bunga) pada bulan Maret, tampaknya hal yang cukup masuk akal," kata Presiden Fed San Francisco Mary Daly.
Presiden Fed Atlanta Raphael Bostic, Presiden Fed St. Louis James Bullard dan Presiden Fed Cleveland Loretta Mester juga meyakini kenaikan suku bunga pada bulan Maret.
Sejalan dengan kode tersebut, pasar pun mengharapkan suku bunga akan naik bulan Maret. Hingga pekan lalu survei CME FedWatch ekspektasi pasar bahwa The Fed akan mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 0,25-0,5% pada Maret mencapai 83,1%.
Kenaikan suku bunga lebih awal dapat memangkas likuiditas di pasar keuangan dan memperlambat pemulihan di ekonomi negara terbesar dunia itu.
"Jika bank sentral mengetatkan itu bukan pertanda baik untuk komoditas, karena likuiditas adalah sumber kehidupan aset berisiko," kata analis independen Robin Bhar.