TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Freeport Indonesia nampaknya masih belum mau mengekspor konsentrat. Padahal perusahaan tambang ini sudah mengangguk setuju berubah status sementara dari kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menurut Riza Pratama, Jurubicara Freeport Indonesia, pihaknya hingga kini masih menunggu finalisasi landasan hukum status IUPK dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Bila finalisasi aturan ini kelar, Freeport baru bisa mendapat rekomendasi ekspor konsentrat dari Kementerian Perdagangan (Kemendag). "Kami menunggu rekomendasi ESDM dan rekomendasi baru diberi ke Kemdag," katanya, Rabu (5/4).
Freeport memang belum mempersiapkan diri untuk mengekspor konsentrat. Sebab, seperti menyiapkan kapal pengangkut, lantaran harus mengeluarkan biaya. Makanya, konsentrat Freeport masih tersimpan di gudang penyimpanan di area Portside, Amamapare, Kabupaten Mimika, Papua.
Maklum, setelah Peraturan Pemerintah Nomor 1/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terbit, Freeport sudah tidak bisa lagi ekspor. Padahal perusahaan ini memiliki kontrak jangka panjang dengan pembeli yang berasal dari Jepang, Filipina dan Korea Selatan. "Tujuan ekspor kami lantaran memiliki kontrak jangka panjang dengan buyer," tandasnya.
Teguh Pamudji, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, yang juga kepala tim negosiasi Freeport, mengutarakan dalam peraturan perundangan termasuk di sektor ESDM pasti ada ruang pembinaan. Nah, dalam negosiasi, kedua belah pihak sepakat dengan prinsip kedaulatan.
Formatnya adalah pemberian IUPK sementara sampai Oktober 2017 mendatang. "Bila delapan bulan tidak sepakat, status kontrak karya langsung kembali ke dasar hukum. Regulasi yang memayungi akan kami akomodasikan," tuturnya.
Sayang, ia belum bisa memastikan kapan regulasi itu bakal terbit.Yang jelas bentuknya bisa Peraturan Menteri ESDM.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menambahkan pengajuan kegiatan ekspor Freeport wajib mencantumkan komitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). " Dalam enam bulan tidak tercapai pembangunan smelter, izin ekspor akan dicabut," tandasnya ke KONTAN.(Pratama Guitarra)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.