Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan manajemen PT Freeport Indonesia selepas tidak diperbolehkannya lagi ekspor konsentrat terbilang tidak begitu signifikan. Menurut data Kementerian ESDM, sejauh ini perusahaan asal Amerika Serikat tersebut baru melakukan PHK atas 29 tenaga kerjanya di Papua.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, data ini dikirim langsung oleh perusahaan, di mana 29 orang tersebut merupakan karyawan organik Freeport. Menurutnya, pegawai yang terkena PHK adalah Tenaga Kerja Asing (TKA) dan bukan pegawai berkewarganegaraan Indonesia.
"PHK sebanyak 29 orang ini biasa saja karena ini bagian dari kegiatan operasi. Ini pun juga bukan warga Papua atau warga negara Indonesia di luar Papua," jelas Jonan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (30/3).
Selain 29 orang terkena PHK, terdapat pula 522 pegawai perusahaan yhang dirumahkan sementara karena berhentinya aktivitas pertambangan. Angka itu terdiri dari sembilan tenaga kerja lokal dan 513 pegawai dalam negeri yang bukan berasal dari Papua.
Jonan mengatakan, sebagian besar pegawai yang dirumahkan sementara ini adalah tenaga ahli di bidang pertambangan bawah tanah. Menurutnya, Freeport takut jika tenaga-tenaga ahli ini akan berpindah ke perusahaan tambang lain jika di-PHK. Pasalnya, jika nantinya operasional Freeport kembali normal, perusahaan bisa saja kewalahan mencari pengganti para tenaga ahli ini.
"Kalau PHK besar-besaran, kalau ini terjadi, Freeport menyerah. Karena tidak semua orang punya keahlian pertambangan bawah tanah. Kalau para tenaga ahli ini sudah pindah ke perusahaan tambang lain, akan sulit bagi Freeport mencari penggantinya. Hal ini pun akan mendistorsi kegiatan operasional Freeport," tambahnya.
Ada pun menurutnya, PHK secara besar-besaran terdapat di pegawai subkontraktor Freeport, di mana sebanyak 2.128 pegawai telah diputus kontraknya. Namun menurutnya, ini adalah pegawai kontraktor, di mana pertanggungjawabannya terdapat di perusahaan yang menyediakan barang dan jasanya kepada Freeport.
Jonan mengatakan, total pegawai organik Freeport yang dirumahkan dan PHK mencapai 551 orang. Dengan jumlah sebesar 4,52 persen dari total pegawai Freeport sebesar 12.178 orang, ia mengatakan bahwa jumlah ini terbilang tidak signifikan.
"Dengan jumlah yang hanya 4 hingga 5 persen dari total pegawai organik, maka menurut saya jumlahnya biasa saja. Lalu, apakah ini satu hal yang mengkahawaitrkan? Kalau (operasional) jalan segera, yang dirumahkan kan akan kembali bekerja lagi," tandas Jonan.
Sebelumnya, Freeport mengatakan akan tetap berproduksi dengan kapasitas sebesar 40 persen dari biasanya setelah pemerintah melarang Freeport ekspor konsentrat sebelum mengubah status izinnya dari Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Angka tersebut dipasang untuk menyesuaikan kapasitas smelter yag dimiliki PT Smelting, yaitu satu-satunya smelter dalam negeri yang menyerap konsentrat Freeport.
Bahkan, produksi perusahaan sempat terhenti selama 40 hari setelah fasilitas pengolahan bijihnya (mill) berhenti beroperasi. Selain karena pelarangan ekspor, berhentinya aktivitas pertambangan Freeport ini juga disebabkan oleh mogok kerja yang dilakukan karyawan PT Smelting, sehingga aktivitas smelter di Gresik, Jawa Timur tersebut tidak memproses konsentrat milik Freeport. (gen)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.