JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No 28/2017, yang merupakan revisi dari Peraturan No 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral dalam Negeri.
Melalui beleid tersebut, perusahaan tambang pemegang kontrak karya seperti PT Freeport Indonesia bisa melenggang ekspor konsentrat dengan mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara.
Dalam aturan tersebut, perusahaan pertambangan bisa mengajukan permohonan IUPK kepada Menteri ESDM dan persetujuan akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, memberikan IUPK operasi produksi hingga berakhirnya jangka waktu kontrak karya.
Kedua, pemberian IUPK dalam jangka waktu tertentu untuk kelanjutan operasi. Jadi, saat IUPK diterbitkan, perusahaan tambang masih dapat memegang ketentuan dalam KK serta dokumen kesepakatan lainnya dengan pemerintah.
Setelah jangka waktu berakhir dan pemegang KK sepakat menerima IUPK, maka kontrak karya dan dokumen lainnya akan gugur dan tidak lagi berlaku. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan dalam IUPK selama masa waktu tersebut maka perusahaan dapat kembali menggunakan kontrak karya hingga masa waktu berakhir.
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan, penerbitan aturan baru ini bertujuan agar perusahaan pertambangan pemegang KK dapat melakukan ekspor konsentrat dengan mengubah statusnya menjadi IUPK.
Menurutnya, jika setelah 'menjajal' IUPK kemudian perusahaan tambang tidak sepakat, maka pemerintah akan mengembalikan statusnya menjadi KK dengan catatan mereka tidak diperkenankan untuk ekspor konsentrat lagi.
"Kan kalau dia mau ekspor harus bangun smelter, harus pindah ke IUPK. Kalau nanti dalam enam bulan kita cek mereka enggak bangun ya sudah kita kembalikan ke kontrak karya selama masa konsensinya. Misalnya, kalau Freeport cuma 2021 ya sudah kita kembalikan kontrak karya. Dia enggak bisa ekspor lagi kalau enggak ada pemurnian," katanya di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (11/4/2017).
Mantan Menteri Perhubungan ini mengklaim, penerbitan aturan ini merupakan taktik pemerintah agar pemegang KK dapat berpindah menjadi IUPK. Sebab, jika tidak berpindah ke KK, mereka di masa akan datang tidak akan diizinkan ekspor konsentrat.
"Kalau dia enggak bangun smelter kita kembalikan karena kontrak karya itu haknya sampai masa konsensi. Kalau enggak mau kembalikan saja, enggak bisa ekspor, ya sudah gitu saja. Kok pusing. Loh kan pinter-pinteran akal itu kan," tandas Jonan.